saranginews.com, Jakarta – Pokja Percepatan Sosialisasi UU Ketenagakerjaan Gelar Rakor bertema “Reformasi Birokrasi, Mempermudah Berusaha Melalui UU Ketenagakerjaan” bersama One Stop Jabodetabek dan Jawa Barat. Penanaman Modal dan Jasa di Jakarta, 29 Juli 2024.
Arif Budimanta, Sekretaris Kelompok Kerja Hukum Inovasi, mengatakan harus ada proses perubahan yang berkelanjutan di Indonesia dengan perencanaan strategis.
Baca juga: Pokja Ketenagakerjaan Legal Ajak Generasi Muda Ikut Golden Indonesia 2045
“Perlu adanya struktur proses birokrasi yang fleksibel di tengah dinamika perekonomian global saat ini,” kata Arif.
Menurut Arif, salah satu perubahan struktural yang berhasil dilakukan pemerintah adalah undang-undang penciptaan lapangan kerja. Menurut dia, UU Cipta Kerja merupakan alat manajemen dan defisit.
Baca juga: UU Ketenagakerjaan Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi 7%
“Mudah-mudahan dengan adanya UU Cipta Kerja, proses perizinan dapat memberikan kemudahan, kepastian dan pemberdayaan bagi para pengusaha, khususnya usaha kecil dan menengah,” kata Arif.
Lebih lanjut Arif menjelaskan, semangat perizinan berusaha harus sejalan dengan label yang diusung Kementerian Pembangunan dan Reformasi Nasional yaitu “bergerak menuju reformasi birokrasi yang berpengaruh”, yang menjelaskan arahan presiden.
Baca juga: DPR Pastikan Perubahan UU Periklanan Sesuai UU Cipta Kerja
“Reformasi birokrasi yang berpengaruh dalam konteks undang-undang ketenagakerjaan berarti setiap kebijakan yang dikeluarkan akan mempengaruhi tingkat kepentingan masyarakat. Salah satunya adalah penciptaan lapangan kerja yang akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja baru di Indonesia,” jelas Arif dalam sambutannya.
Arif kemudian menjelaskan tugas pokok tim penegak hukum penciptaan lapangan kerja dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi penegakan hukum penciptaan lapangan kerja.
“Tugas kita adalah melaksanakan seluruh aspek proses perizinan, yang nantinya akan melaksanakan mitigasi dan manajemen risiko terkait risiko sosial, pekerjaan, keselamatan, hak asasi manusia, atau lingkungan hidup,” kata Arif.
Sehubungan dengan itu, I Ktut Hadi Priatna, Ketua Panitia Koordinasi Data, menjelaskan, berdasarkan ketentuan izin, akan ada batas waktu pengajuan terkait persetujuan lingkungan hidup, persetujuan bangunan gedung (PBG), dan kelayakan penggunaan ruang. Aksi (KKPR).
Lebih lanjut, Khut mengatakan pemeriksaan dan sanksi harus diperkuat karena dalam UU Ketenagakerjaan sudah ada ketentuan sanksi administratif.
“Kebijakan sanksi administratif yang penting bukan untuk mengeluarkan teguran, tapi izin usaha yang dicabut,” kata Khut.
Terkait perizinan dasar, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang ATR/BPN Rahma Julianti menjelaskan, KKPR merupakan pintu gerbang pertama sebelum izin diterbitkan.
“KKPR terbagi menjadi dua, ada yang terdaftar secara otomatis melalui sistem, ada pula yang terdaftar melalui mekanisme tertentu,” jelas Rahma.
Rahma juga menjelaskan, setelah UU Cipta Kerja diterapkan, KKPR menjadi satu-satunya acuan yang menjadi acuan penggunaan ruang dan hak atas tanah.
“Dan setelah adanya UU Ketenagakerjaan, persetujuan KKPR akan diberikan dalam waktu 20 hari kerja.” Sebelumnya bisa berbulan-bulan, ”jelas Rahma dalam pemaparannya.
Menurut data Kementerian ATR/BPN, usaha kecil dan menengah (UMK) paling banyak menerbitkan KKPR melalui pernyataan independen sekitar 12,4 juta.
Hal ini menunjukkan adanya pergeseran kenyamanan birokrasi dalam lingkup perizinan lokal bagi UMKM.
Rahma juga menjelaskan, masih perlu adanya revisi kebijakan perizinan, berupaya memberikan kebijakan yang lebih sederhana agar proses reformasi birokrasi dapat berjalan. (dil / jpnn)