saranginews.com, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Christianto mengatakan peristiwa 27 Juli 1996 atau Kudatuli mengajarkan bahwa pemerintahan otoriter tidak bisa membungkam suara rakyat.
Hal itu diungkapkannya saat berpidato di peringatan 28 tahun penyerangan kantor PDI atau kantor DPP PDI Perjuangan 27 Juli 1996 di Kudatuli, Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7).
BACA JUGA: Foto Pertemuan La Nyala dengan Hasto Dirilis, Pengamat: Parpol Tak Berhak Campuri Pemilihan Pimpinan DPD
“Percayalah pada kekuatan itu, betapapun tebalnya tembok kekuasaan, Kudatuli mengajarkan, kekuatan arus bawah tidak bisa dibungkam,” kata Hasto.
Lulusan Universitas Pertahanan (Unhan) ini menilai Kudatuli mengajarkan tentang arti kekuasaan yang sebenarnya, yaitu segala sesuatu dari rakyat dan untuk rakyat.
BACA JUGA: PFLP Bersama Korban Rezim Otoriter Tabur Bunga di Kantor Partai di Upacara Peringatan Kudatuli.
“Makanya mereka menampilkan koreografi budaya dengan sadar bahwa kita adalah bangsa yang mempunyai budaya tinggi.
Fayer Merah, putra penulis Amien Kamil dan Widji Thukul, termasuk di antara mereka yang menghadiri peringatan peristiwa Kudatuli di kantor PDI Peryuangan.
BACA JUGA: Saksi dan Korban saat Siaga Kudatula di Kantor PDIP Ungkap Situasi Sabtu Kelabu
Hasto mengatakan, puisi yang dibacakan Amien Kamil membuat jantung politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning berdebar kencang.
Mbak Ning alias Ribka Tjiptaning, Ganjar Pranovo, Erico Sotarduga, Iasona Laoli, Virianti Sukamdani, dan Joseph Ario Adhie hadir di tempat tersebut bersama beberapa elite PDI Perjuangan.
“Mbak Ning menjerit, puisinya benar-benar menggugah jiwa dan raga, benar-benar membuat geraham berbicara,” kata Hasto.
Hasto juga mengatakan, HUT Kudatuli ke-28 menambah semangat kader dan pendukung PDI Perjuangan menghadapi Pilkada Serentak 2024.
Saudara sekalian, kejadian di Kudduthuli ini sebenarnya menambah semangat kita semua mengingat rencana partai tersebut menggelar pilkada serentak, ujarnya. (ast/jpnn) Dengar! Video Pilihan Editor: