saranginews.com, BUKITTINGGI – Medrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Pondok Pesantren Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat memecat dua orang guru yang diduga mempermalukan puluhan santri laki-laki.
Humas PP MTI Canduang Aldri Dt. Tumanggung mengatakan keduanya telah mencabuli 40 siswa sejak tahun 2022.
BACA JUGA: Gubernur Bengkulu Ancam Pecat Guru yang Menganiaya Salah Satu Siswa SMA-nya
Saat melakukan aksi brutalnya, kedua pelaku menggunakan teknik meminta dipijat secara paksa, dan mengancam korban agar tidak maju.
Pimpinan PP MTI Canduang menyatakan keprihatinannya atas dugaan kasus asusila yang melibatkan oknum pendidik di lingkungan madrasah.
BACA JUGA: KPK mempertanyakan Menteri Trenggon soal aliran uang, dugaan korupsi, kasus
“Kasus ini sangat meresahkan seluruh keluarga besar PP MTI Canduang. Kami ingin memastikan masalah ini ditangani secara hati-hati dan transparan,” ujarnya di Bukittinggi, Sabtu (27 Juli).
Pihak pesantren juga menyampaikan belasungkawa kepada seluruh pihak yang mencintai dan mengapresiasi PP MTI Canduang, khususnya para orang tua dan wali santri.
BACA JUGA: Rumusan PPPK 2024 bagi tenaga kependidikan sebaiknya satu kelompok, beda jenjang pendidikan
Ia menegaskan, MTI Canduang telah mengambil tindakan cepat dan transparan sejak menerima laporan awal kejadian melalui investigasi internal dan kerja sama dengan pihak kepolisian.
Aldri mengatakan, pihaknya telah membentuk tim penyidik internal untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti penting.
“Tim ini bekerja erat dengan pihak berwenang dan berkomitmen untuk memastikan seluruh kebenaran terungkap,” katanya.
Pemecatan tidak hormat terhadap kedua guru tersebut dilakukan demi menjaga integritas proses penyidikan kasus pelecehan seksual.
Selain itu, manajemen PP MTI berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik dan adil.
“Kami mendukung penuh upaya penegakan hukum agar keadilan dapat ditegakkan,” ujarnya.
MTI lebih lanjut menekankan komitmennya terhadap keselamatan dan kesejahteraan siswa untuk memastikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua siswa.
“Kami memberikan layanan dukungan psikologis kepada siswa dan orang tua yang membutuhkan bantuan. Tim konselor profesional kami memberikan dukungan moral dan emosional untuk membantu mereka mengatasi situasi ini,” ujarnya.
Pendampingan psikolog telah dilakukan sejak Kamis (25/7) oleh tim Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpunan Psikologi (HIMSI) Provinsi Sumatera Barat dan Lembaga Perawatan Anak Nagari (PADAN) Sumatera Barat.
“Sekaligus kami menyediakan tim penasihat hukum bagi siswa dan orang tua yang membutuhkan bantuan. Tim hukum kami siap memberikan bantuan hukum,” ujarnya.
MTI Canduang berkomitmen untuk melakukan tinjauan komprehensif terhadap kebijakan dan prosedur keamanan kami, termasuk pelatihan pencegahan pelecehan seksual untuk semua staf dan dosen.
“Kami bertekad menciptakan sistem yang lebih kuat untuk melindungi seluruh warga madrasah,” kata Aldri.
Kemudian, MTI juga memperkuat sistem pemantauan dan pengendalian internal untuk memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Semua staf akan menerima pelatihan tambahan mengenai etika profesional dan penanganan kasus-kasus sensitif.
MTI memahami kekhawatiran orang tua dan masyarakat atas kejadian tersebut. Pengurus PP MTI Canduang berkomitmen terhadap komunikasi yang terbuka dan transparan.
Pihak madrasah juga akan mengadakan pertemuan terbuka dengan orang tua dan wali siswa untuk memberikan update perkembangan kasus ini, menjawab pertanyaan dan mendengar masukan yang mungkin relevan.
Aldri mengatakan PP MTI Canduang sangat menjunjung tinggi nilai dan etika yang menjadi landasan pendidikan di lembaganya.
“Kasus ini mendorong kita untuk lebih berkomitmen menjaga keutuhan lembaga pendidikan kita. Kita bertekad memastikan setiap siswa mendapatkan pendidikan yang layak, aman, dan bermartabat,” ujarnya.
MTI Canduang menghimbau semua pihak, termasuk media dan masyarakat umum, untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
“Kami berharap untuk mengembalikan trauma yang dialami para korban, kami tidak menampilkan gambar atau video para korban dan menuliskan dengan jelas identitas dan sifat korban. Kami berkomitmen untuk memberikan informasi terkini seiring dengan berlanjutnya kasus ini.” dikatakan.
Pengurus PP MTI Canduang menambahkan berharap permasalahan ini dapat diselesaikan dengan cepat dan adil, demi kepentingan semua orang dan masa depan pendidikan yang lebih baik (ant/jpnn)