Analisis Reza soal Kasus Vina Setelah Widi & Mega Buka Suara, Waswas Kekacauan di Mabes Polri

saranginews.com, JAKARTA – Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel memberikan analisis akhir atas pembunuhan Vina Devi Arcita dan Eki Rusdiana tahun 2016 di Cirebon yang masih kontroversial.

Reza memberikan analisanya usai mendengarkan dua teman Vina, Vidi dan Megha, tentang percakapan ponsel mereka pada malam 27 Agustus 2026.

BACA JUGA: Pengakuan Dede soal skenario kasus Vina kemungkinan besar akan segera diperiksa, tak perlu ada laporan

Menurut pakar bersertifikat MCrim dari Universitas Melbourne, Australia, para narapidana memiliki peluang lebih besar untuk dibebaskan setelah dua teman Vina angkat bicara.

Artinya, pernyataan Widi dan Mega dapat mengubah status hukum kedelapan narapidana kasus Cirebon, dari narapidana menjadi orang yang tidak bersalah dan bebas, kata Reza, Minggu sore (28/7) saat dikonfirmasi saranginews.com.

BACA JUGA: Dede Merasa Bersalah, Siap Masuk Penjara Daripada 7 Narapidana Kasus Vina

Vidi bercerita kepada Reza salah satunya adalah masih berhubungan lewat ponsel sekitar pukul 22.00 WIB, hingga saat itu Vina mengaku senang bisa bertemu kekasihnya, Eki.

Oleh karena itu, kata Reza, bukti-bukti komunikasi elektronik antara tersangka dan perangkat kedua korban pada 27 Agustus 2016 lalu harus dibuka seluas-luasnya untuk kemudian dibawa ke mekanisme peninjauan kembali kasus Vina. Mahkamah Agung. .

BACA JUGA: Menteri Trengono mempertanyakan KPK soal aliran uang, dugaan korupsi, kasus

Menurutnya, bukti ilmiah ini akan menunjukkan apakah ada kaitan rencana pembunuhan tersebut dan apakah Veena dan Eki masih hidup atau mati dalam 22 jam tersebut.

“Dalam kasus tersebut, pukul 22.00 diindikasikan sebagai waktu ditemukannya jenazah mereka di jembatan tersebut,” ujar pakar yang mengajar di website STIK.PTIK tersebut.

Oleh karena itu, ia mendesak Polri segera membentuk Conviction Integrity Unit (CIU). Dalam organisasi kepolisian di banyak negara, CIU telah dibentuk sebagai unit khusus yang meninjau dan memperbaiki kasus-kasus hukuman yang salah terhadap warga negara. Kedua kejahatan tersebut berupa penangkapan palsu, penangkapan palsu, dan bahkan pemenjaraan palsu.

Jadi, kata dia, alih-alih menunggu para warga binaan menemukan bukti baru, pihak kepolisian sendiri – melalui CIU – berinisiatif mengubah nasib para warga binaan tersebut.

Reza mengatakan, CIU harus mencari yang baru dan kemudian membawanya ke mekanisme hukum yang sesuai untuk mengubah status hukum tahanan non-kriminal dan memulihkan nama baik mereka.

“Ini merupakan pendekatan yang mulia, profesional, sekali lagi dilakukan oleh pihak kepolisian,” ujar lulusan Psikologi UGM ini.

Reza mengatakan Polri sebaiknya membentuk unit ad hoc sementara yang tugasnya sama dengan CIU. Akan lebih baik jika wakil rakyat diikutsertakan di dalamnya.

Penyidikan format bersama ini dilakukan sebagai penanggulangan keraguan masyarakat terhadap keseriusan dan kejujuran Polri dalam mengungkap benang kusut kasus Cirebon.

Berdasarkan data yang dikumpulkan CIU di beberapa negara, katanya, sebagian besar hukuman yang salah berasal dari kesalahan polisi dan pengakuan palsu.

“Penyidik ​​​​ini dengan sengaja menyembunyikan bukti-bukti yang memberatkan atau membebaskan terdakwa, dan para saksi bersumpah palsu,” kata Reza.

Menurut media Indonesia, kedua faktor tersebut juga sangat banyak ditunjukkan dalam kasus Vina Cirebon. Dengan kata lain, video pengawasan yang ada di jembatan serta perangkat milik narapidana dan kedua korban tidak dibuka untuk kemudian dianalisis oleh penyidik.

Selain itu, ada beberapa saksi, bahkan terdakwa (yang kini divonis bersalah), yang diduga memberikan keterangan palsu kepada penyidik ​​Polda Jabar dan majelis hakim pada tahun 2016.

Reza awalnya membatasi gejolak sistemik akibat terungkapnya kasus Cirebon ke Polda Jabar. Namun, jika Mabes Polri di Polda Jabar mampu menangani kisruh tersebut secara komprehensif, obyektif dan transparan, ditambah tenggat waktu yang jelas, apa yang akan terjadi?

“Saya khawatir kesimpulan kekisruhan sistemik akan dibawa ke tingkat Mabes Polri. Mabes Polri kok tidak bisa menangani hebohnya terungkapnya kasus Cirebon ini karena kasus ini merupakan kejahatan biasa atau common crime alias kejahatan jalanan,” kata Reza.

Ditambahkannya, poin 3 di atas (Menjadikan Polri sebagai SDM unggul di era Police 4.0), Poin 4 (Perubahan teknologi kepolisian modern di era Police 4.0), Poin 6 (Peningkatan) akan menjadi contoh. dari pekerjaan yang tidak jelas. penegakan hukum hak asasi manusia, 14-(Pimpinan pengawasan setiap kegiatan dan 15-(Penguatan fungsi pengawasan) program prioritas Kapolri Jenderal Listo Sigit Prabowo. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA… Liar! 2 guru MTI di Kanduang memperkosa 40 siswanya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *