Bambang Brodjonegoro Ungkap Penyebab Rendahnya PISA Indonesia: Bukan Pendidikan

saranginews.com, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan hasil PISA 2022 menunjukkan tingkat pendidikan literasi Indonesia meningkat 5-6 peringkat dibandingkan tahun 2018.

Peningkatan tersebut merupakan pencapaian tertinggi pasca PISA sepanjang sejarah Indonesia.

Baca juga: Nilai PISA Anak Indonesia Turun, Ancaman Besar 

Namun Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Departemen Riset dan Inovasi Nasional Tahun 2019-2021 Prof. Bambang Brodjonegoro, angka PISA masih rendah.

Rendahnya kinerja PISA Indonesia tentu saja tidak hanya terkait dengan sektor pendidikan.

BACA JUGA: Keterampilan Guru Rendah Salah Satu Penyebab Nilai PISA Terus Turun

“Bisa jadi ada permasalahan di bidang pendidikan, tapi itu bukan satu-satunya permasalahan. Rendahnya PISA mungkin karena masalah kesehatan, tapi kita masih mengabaikan isu pendidikan,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Ketua Umum Negara Republik Indonesia (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (2016-2019) memberikan paparan pada Tanoto 2024 Scholars Summit (TSG) di Pangkalan Kerinchi, Minggu (28/7).

Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia. Begitu pula dengan Indonesia yang merupakan negara dengan angka penderita kusta tertinggi ketiga di dunia.

Baca juga: Menteri Nadiem: Perkuat dan Tingkatkan Pendidikan Vokasi

Belum lagi banyaknya permasalahan kesehatan yang tidak bisa diatasi, termasuk stunting. Bambang mengatakan angka gagal bayar di Indonesia masih di atas 20%.

“Jadi kalau kita stunting 20%, berarti satu dari lima anak di bawah usia lima tahun di Indonesia mengalami stunting,” ujarnya. 

Katanya stunting itu hanya jarak dekat, sebetulnya tidak jadi masalah. Namun masalahnya adalah ketika keterbelakangan mempengaruhi otak, maka sulit untuk menyekolahkan anak tersebut ke SMA manapun. Sulit dikalahkan. 

Sulit untuk bersaing dengan orang lain bahkan setelah lulus sambil bekerja. Menjadi pekerja produksi itu sulit.

“Jadi Anda bisa melihat rantainya berjalan mundur, yang bisa mengancam kita untuk tidak menjadi negara maju,” ujarnya. 

Untuk mengatasinya, kata Bambang, pemerintahan baru harus fokus pada pencegahan. Maka pendekatan ini harus bersifat multidisiplin, tidak hanya dari sudut pandang kesehatan.

Sebab, salah satu penyebab ketertinggalan misalnya adalah kurangnya fasilitas air bersih dan sanitasi. Oleh karena itu, reformasi infrastruktur harus dilakukan di sana.

Penyebab lainnya misalnya adalah kurangnya makanan bergizi. Orang bisa kenyang, tapi belum tentu bergizi tinggi.

“Nah, yang terjadi di Indonesia sekarang adalah kelangkaan. Kalau konsumsinya tidak tepat, pertumbuhan terhambat akan menjadi permanen dan parah,” jelasnya. 

Selain itu, pada periode 2014-2016, Menteri Keuangan RI menilai program baru pemerintah untuk memberikan makanan bergizi dan susu kepada anak sekolah dan ibu hamil dapat menurunkan stunting di Indonesia. (esy/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *