Klaster Rotan Trangsan Mendunia Berkat Pemberdayaan BRI, Begini Kisah Perjalanannya

P

Industri rotan di Trangshan dirintis oleh Ki Temang Vongsolaksono seabad lalu.

Baca Juga: Cara Unik BRI Rayakan Hari Anak Nasional dengan Ajak Siswa SD Belajar Menanam Hidroponik

Perkembangan pengolahan rotan di Trangsan sangat pesat, desa ini merupakan sentra industri produksi kerajinan rotan terbesar di Jawa Tengah dan kedua di Indonesia.

Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan produksi yang tajam akibat kenaikan harga di pasar internasional dan sulitnya pengadaan bahan baku rotan artisanal.

Baca selengkapnya: BRI membuktikan dapat mengumpulkan dividen yang tinggi dan memberikan nilai ekonomi dan sosial secara bersamaan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Kabupaten Sukoharjo membentuk Klaster Ratan Drungsan.

Saat ini, lebih dari 200 orang di Desa Drangshan menjadi anggota cluster rotan.

Baca juga: BRI Terapkan Strategi Perkuat Keamanan Digital Cegah Serangan Siber

Namun, perjalanan dari pedesaan rotan tidak selalu mulus.

“Terkadang ada anggota yang mengeluhkan antusiasme mereka terhadap uang dan produktivitas,” kata Agung, Kepala Badan Usaha Desa Trangsan.

Menjawab tantangan tersebut, Agung yang juga anggota kelompok Trangsan Ratan menyarankan agar pemerintah daerah Sukoharjo melakukan pelatihan dan studi banding.

Dengan langkah ini, ia berharap dapat meningkatkan produktivitas perajin di Trang San.

Dari bahan baku rotan, anggota klaster di desa ini berhasil menciptakan beragam produk fungsional dan kerajinan yang memiliki nilai estetika tiada duanya.

Mulai dari bingkai cermin, kursi, meja, tas, tempat tidur, tempat koran dan masih banyak lagi.

Berbagai produk yang dihasilkan dijual ke pasar lokal dan pasar ekspor mulai dari Amerika, Eropa, Asia hingga Australia.

“Sementara kerajinan yang diekspor sebagian besar merupakan produk perangkat keras,” jelas Agung.

Agung mengungkapkan, total pendapatan yang dihasilkan dari penjualan tersebut sangat tinggi.

Jika ramai, tandan rotan ini bisa terjual 400-600 kontainer per bulan.

Kalau container untuk perlengkapannya kisaran Rp 100-150 juta.

“Satu kontainer berisi kerajinan tangan harganya bisa mencapai Rp 400 juta,” jelasnya.

Perkembangan klaster tebu di desa Trangshan tidak lepas dari bantuan dan dukungan BRI.

Klaster Rotan Trungsan tidak hanya mendapat pendanaan komersial, namun juga dorongan dari BRI melalui Program Klaster My Life.

BRI juga menyalurkan dukungan perlengkapan usaha kepada Klaster Rotan Trungsan untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan bisnis melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan BRI Peduli.

Menurut Agung, peralatan komersial ini tentunya mendukung proses pengolahan rotan.

“Berbagai alat yang diberikan dibagikan kepada beberapa perajin rotan yang tergabung dalam Klaster Rotan Trangshan,” jelasnya.

Secara khusus, Direktur Bisnis Mikro BRI Subari mengatakan proyek My Life Cluster yang diluncurkan BRI merupakan platform yang dapat dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya.

Dengan kekuatan dan dukungan BRI, para pelaku UMKM dapat meningkatkan produknya dan mengembangkan usahanya.

Subari menegaskan, BRI mendukung dan mendukung usaha kecil dan menengah tidak hanya dalam bentuk permodalan usaha, namun juga melalui pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya.

Subari berharap kisah klaster Drungsan Ratan menjadi kisah inspiratif yang dapat ditiru oleh pelaku UKM di sektor lain. (mrk/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *