saranginews.com, SUKOHARJO – Desa Trangsan yang terletak di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah terkenal dengan pengolahan rotan menjadi barang rumah tangga yang bermanfaat.
Industri rotan di kawasan ini dimulai hampir 100 tahun yang lalu dengan Ki Demang Wongsolaksono sebagai pionirnya.
Baca Juga: Asuransi BRI Bayar Klaim Asuransi Alat Berat Senilai Rp 300 Juta
Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sekaligus anggota Kelompok Rotan Trangsan Agung mengatakan, kegiatan pengolahan rotan di desa sudah menjadi tradisi dan diwariskan kepada anak cucu.
Perkembangan pengolahan rotan di wilayah tersebut cukup pesat, dan kota Trangsan dinobatkan sebagai pusat industri kerajinan rotan terbesar di Jawa Tengah dan pusat industri kedua di Indonesia.
Baca Juga: Bridgestone Hadirkan Inovasi Produk Terbaru dan Beragam Promosi Menarik di GIIAS 2024
Namun produksinya turun tajam pada tahun 2005 karena bahan baku rotan semakin sulit diperoleh akibat kenaikan harga di pasar internasional.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Daerah Sukoharjo membentuk Klaster Rotan Trungsan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan para perajin.
Baca Juga: Cegah Serangan Siber, BRI Terapkan Strategi Tingkatkan Keamanan Digital
Hingga saat ini, setidaknya terdapat 200 anggota kelompok wisteria di desa Trang Sanh.
Namun perjalanan dari hutan wisteria di desa tersebut tidak selalu berjalan mulus.
“Terkadang kami memiliki anggota yang mengeluh tentang hasrat kami terhadap uang dan produktivitas. “Untuk itu kami sebagai pengelola berusaha memberikan pelatihan dan studi banding kepada pemerintah daerah yang dapat membantu meningkatkan produktivitas perajin di sini,” kata Agung.
Anggota klaster di desa ini berhasil memanfaatkan bahan baku rotan untuk menciptakan berbagai barang fungsional dan kerajinan tangan yang memiliki nilai estetika tiada duanya.
Mulai dari bingkai cermin, kursi, meja, tas, tempat tidur, rak koran, dll.
“Berbagai produk yang dihasilkan dijual ke pasar lokal dan diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. “Sedangkan kerajinan tangan yang diekspor sebagian besar merupakan produk furnitur,” kata Agung.
Lebih lanjut Agung menginformasikan, total pendapatan yang dihasilkan dari penjualan tersebut cukup besar.
“Kalau lagi ramai, cluster rotan ini bisa terjual hingga 400-600 kontainer per bulan. Untuk satu kontainer furniture berkisar Rp 100 hingga 150 juta. Tapi kalau kerajinan tangan, harganya bisa mencapai Rp 150 juta per kontainer “Bisa 400 juta,” ujarnya.
Berkat program klaster BRI My Life, bantuan yang diberikan semakin banyak.
Perkembangan yang dialami cluster wisteria di desa Trangsan tidak lepas dari dukungan dan bantuan yang diberikan BRI.
Selain pembiayaan usaha, Klaster Rotan Trungsan juga diberdayakan melalui program Klaster My Life BRI.
Selain itu, BRI mengerahkan dukungan peralatan usaha ke cluster rotan Trungsan untuk mendukung produktivitas dan pengembangan usaha melalui program Corporate Social Responsibility BRI Peduli.
“Peralatan usaha ini tentunya mendukung proses pengolahan rotan. “Berbagai alat yang diberikan dibagikan kepada berbagai perajin rotan yang juga tergabung dalam serikat rotan Trungsan,” lanjutnya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan program My Life Cluster yang diluncurkan BRI merupakan platform yang dapat dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya.
Pemberdayaan dan dukungan ini memungkinkan usaha kecil dan menengah untuk mengembangkan produk dan meningkatkan skala usahanya.
“Kami berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu usaha kecil dan menengah, tidak hanya dalam bentuk permodalan usaha, namun juga dalam bentuk pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya, untuk membantu mereka tumbuh dan menjadi Klaster Rotan Trangsan yang tangguh” I semoga menjadi kisah inspiratif yang bisa ditiru oleh usaha kecil di sektor lain,” imbuhnya (jpnn) Jangan sampai ketinggalan video pilihan redaksi ini.
Baca artikel lain… Momen Polisi Bripda JM menganiaya tiga warga saat sedang mabuk-mabukan, inilah pemicunya