Eks Anggota Tim Mawar Menilai Pilkada Bisa Ciptakan Politik Dinasti

saranginews.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Lembaga Pertahanan dan Intelijen Indonesia (IKAPII) Fauka Nur Farid menanggapi persoalan politik Tanah Air menjelang Pilkada 2024.

Dijelaskannya, pilkada pertama-tama adalah untuk membekali masyarakat dengan pemimpin yang berkompeten dan mampu menyejahterakan masyarakat serta menjamin pemerataan pembangunan.

Baca Juga: Golkar Tunggu Mundurnya Ahmad Lutfi untuk Maju di Pilkada Jateng

Namun menurut mantan anggota tim Movar Kopsos ini, pelaksanaan pilkada saat ini justru lebih merugikan masyarakat sehingga pembatalannya lebih tepat.

Menurutnya, pilkada didistorsi hingga menciptakan politik dinasti hanya pada satu kelompok.

Baca Juga: Lahat Jadi Kabupaten Termiskin Kedua di Sumsel, Chik Ujang Dianggap Gagal

“Hari ini bapak, besok anak atau istri. Banyak kekurangan dalam penyelenggaraan pilkada ini sehingga sangat melahirkan politik dinasti,” kata Pauka di Jakarta Timur, Jumat (19/7).

Tak heran ketika korupsi terjadi, pihak yang paling diuntungkan adalah petahana yang mengetahui seluk beluk pemerintahan.

Baca juga: Bentrok Masyarakat di Jaktim karena Sengketa Penggunaan Gereja

Mulai dari proses perizinan, semakin mudahnya mempromosikan aset-aset pemerintah daerah dan meningkatkan popularitas agar dikenal masyarakat, hingga pengaruh relasi kuasa.

Dijelaskannya, masyarakat yang disebut-sebut berhak memilih pemimpin justru terpaksa memilih tokoh tertentu karena pengaruh mantan ketua daerah tersebut.

Yang paling parah, pilihan yang dijatuhkan kepada masyarakat adalah sosok yang tidak kompeten. Karena dia mampu maju di pilkada dengan kekuatan politik dinasti, bukan karena mampu, lanjutnya.

Selain dinasti politik, Fauka mengatakan penyelenggaraan pilkada juga berisiko membuka peluang korupsi karena calon harus mempunyai dana yang besar untuk bisa maju.

Kandidat yang menghabiskan banyak uang untuk kampanye dikhawatirkan akan mencari cara untuk mengembalikan kekayaannya dari jalur korupsi begitu mereka menjabat.

Belum lagi bahayanya kontrak politik, kalau bukan karena perusahaan yang membiayai kampanye para pemimpin daerah. Pemimpin daerah yang terpilih hanya membuat kebijakan yang menguntungkan para cukong, ujarnya.

Menurutnya, pilkada dan otonomi daerah juga akan merugikan masyarakat karena pembangunan tidak merata dan setiap kepala daerah harus menjalankan rencananya sesuai kemauannya.

Tak hanya itu, menurutnya, pelaksanaan pilkada juga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya dikeluarkan untuk pembangunan daerah dan dibelanjakan tanpa hasil.

Bedanya, gubernur provinsi ditentukan oleh pemerintah pusat. Anda bisa memilih angka yang tepat dan mendapat rencana kerja tertentu, lanjutnya.

Menurut dia, untuk itu, pembatalan pilkada dan otonomi daerah dipandang perlu, sehingga kewenangan pengangkatan pemimpin dan kebijakan diambil kembali oleh pemerintah pusat melalui suatu mekanisme.

Fauka optimistis jika pilkada dan otonomi daerah dihapuskan, maka pembangunan sumber daya manusia, ketahanan pangan, pemerataan pendidikan dan layanan kesehatan akan lebih baik.

“Ini bukan soal kembali ke orde baru, tapi soal manfaat lebih besar yang bisa diraih. Pilkada dan otonomi daerah sungguh merugikan kesetaraan dan program pemerintah,” kata Fauka. (mcr8/jpnn) Sudah nonton video terbaru dibawah ini?

Baca artikel lainnya… Jumat dini hari, pengguna brosur Simindi Bandung dihebohkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *