saranginews.com, JAKARTA – Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono menilai rendahnya pendaftaran calon pimpinan (Capim) BPK disebabkan adanya revisi Undang-Undang (RUU) BPK.
Alasan utamanya adalah aturan usia minimal pimpinan KPK adalah 50 tahun.
Baca Juga: Saat Uji Tuntas, Tak Ada Keseriusan dalam Pemaparan Ketua KPK.
Menurut dia, aturan ini membuat banyak pihak yang terlibat korupsi di Tanah Air sulit mendaftar karena usianya di bawah 50 tahun.
“Dalam posisi kami, masalahnya adalah batasan usia. Yang kedua (lainnya) kasus perubahan undang-undang, kata Agus kepada wartawan usai pertemuan di Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2024).
Baca juga: Komisi III akan melakukan pemeriksaan secara baik dan benar terhadap pencalonan KPK pengganti Lily Pintauli.
Agus mengatakan faktor lainnya adalah status BPK yang tidak lagi menjadi organisasi independen akibat adanya revisi UU BPK pada tahun 2019.
Komisi Pemberantasan Korupsi (ARC) seringkali mengikuti arus politik, dan dalam hal ini pihak istana tampaknya mampu mempertahankan kekuasaan.
Baca juga: Gereja Bentrok di Jaktim karena Sengketa Penggunaan Gereja
Masalah ini telah memaksa banyak pejabat tinggi untuk mempertimbangkan masalah pendaftaran sebagai ketua PKC.
“Kooptasi elit berdampak nyata pada independensi Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi yang jadi persoalan adalah independensi Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tim pelaksananya, ujarnya.
Hingga Minggu (14/7) siang, tercatat 160 orang terdaftar sebagai pimpinan KPK.
Dibandingkan tahun 2019, tercatat 376 orang yang terdaftar sebagai calon KPK. Sebab, jumlah pelanggan pada 2024 hanya 40 persen dibandingkan tahun 2019. (mcr4/jpnn)
Baca artikel lainnya… Warga komuter di flyover Simindi Bandung geger pada Jumat pagi.