Indeks Perilaku Antikorupsi di Indonesia Rendah, Hardjuno Soroti Keteladanan Pemimpin

saranginews.com, Jakarta – Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2024 sebesar 3,85 dengan skala 0 hingga 5. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2023 sebesar 3,92.

Nilai indeks yang menurun di semua dimensi menunjukkan masyarakat semakin permisif dan perilaku koruptif semakin meningkat.

Baca juga: Hardjuno Sebut BLBI Merampas Hak Hidup dan Masa Depan Masyarakat Indonesia

Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlanga yang juga aktivis antikorupsi, Hardjuno Vivo, menilai masyarakat membiarkan korupsi karena telah kehilangan keteladanan para pemimpin dan pemimpin bangsa untuk memberantas korupsi.

Bahkan, kelakuan elite koruptor terekspos ke publik.

Juga: Jateng sudah punya 30 desa antikorupsi, Nana Sudjana akan kampanye di 372 desa mulai 2014

Yang lebih parah, jelasnya baru-baru ini, semakin banyak perilaku korup yang tumbuh di tingkat elit.

Namun sayang, pemberantasan korupsi kini bersifat selektif, tumpul di kalangan atas dan tajam di kalangan bawah.

Baca Juga: Keren, Denpasar Jadi Calon Percontohan Kota Anti Korupsi 2024

Ya, menurut saya, yang paling besar kontribusinya dalam menyulut IPA adalah ketidakpedulian masyarakat melihat perilaku hukum di tingkat yang dipilih. Banyak kasus yang tidak diungkapkan atau hukuman yang diberikan tidak proporsional, kata Hardjuno di Batavia, Rabu (17). /7).

Baru-baru ini Vina Cirebon meninggal dunia. “Masyarakat terluka dan semakin acuh terhadap institusi hukum,” imbuhnya.

Hardjuno telah menyaksikan penyalahgunaan korupsi dalam operasi untuk mengekang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah reformasi undang-undangnya.

“Sekarang pemberantasan korupsi kita mulai dari sungai sampai ke lereng, dari penyidikan perkara hingga ke pengadilan, semuanya tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Juga korupsi masif di kalangan pejabat yang menjadi tontonan sehari-hari,” jelas Hardjuno.

Untuk itu, Hardjuno menegaskan, kepentingan masyarakat harus dilayani untuk mengembalikan kepercayaan terhadap lembaga hukum.

Caranya adalah dengan serius dalam penegakan hukum dan menghentikan permainan hukum.

“Dan semuanya bisa dilakukan jika kita mulai dengan membebaskan seluruh lembaga hukum dari campur tangan politik,” ujarnya.

Hardjuno juga menekankan pentingnya penguatan aparat penegak hukum.

“Kita harus memastikan bahwa lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Kehakiman memiliki sumber daya yang memadai dan bebas dari campur tangan politik,” tambahnya.

Menurut Hardjuno, keterlibatan masyarakat juga sangat penting dalam upaya peningkatan IPAK.

“Masyarakat harus terus dilibatkan dalam pengawasan perilaku korupsi. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemberitaan kasus korupsi dan sungguh-sungguh melindungi para jurnalis tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan, satu-satunya sumber permasalahan implementasi adalah kurangnya niat baik dari pemerintah.

Karena rumah diinginkan untuk keuntungan murni.

“Kebijakan penyanderaan seringkali merupakan kejahatan menurut hukum Indonesia. “Jika hukumnya adil, saya yakin korupsi di pemerintahan akan berakhir,” katanya.

Hal ini akan menjadi sangat penting dalam Indeks Persepsi Korupsi.

“Setiap proses pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan harus dilakukan secara transparan dan rasional. Hal ini akan mengurangi peluang terjadinya korupsi,” jelas Hardjuno.

Langkah selanjutnya yang berdimensi jangka panjang adalah meningkatkan dan memperluas pendidikan antikorupsi di seluruh jenjang pendidikan.

Pendidikan antikorupsi harus menjadi bagian integral dari kurikulum di sekolah dan universitas.

Ya, dalam jangka pendek, mari berharap hukum yang adil, pembukaan kasus anggur, transparansi pemerintah, dan terakhir pendidikan antikorupsi dari TK, pungkas Hardjuno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *