ASPETI Dorong Kementerian ESDM Permudah Izin Pertambangan Rakyat

saranginews.com, JAKARTA – Koordinator Keamanan Asosiasi Penambang Bumi Alam (ASPETI) Muhammad Rizal Sulkarnain menilai aktivitas penambangan liar (PETI) yang marak di berbagai wilayah Indonesia diduga akibat kecerobohan dan kurangnya pengawasan pihak berwenang.

Di sisi lain, Perizinan Pertambangan Rakyat saat ini masih sulit dicapai karena belum optimalnya komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam melahirkan Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Perizinan Pertambangan Rakyat.

Baca Juga: Hentikan Penggunaan Merkuri di Pertambangan Rakyat

Kelalaian aparat terhadap tata cara dan tata cara pengurusan izin pertambangan rakyat, kurangnya pengawasan dan sosialisasi aparat menjadi penyebab maraknya kasus PETI di Indonesia, kata Rizal, Senin (7/). 15)

Rizal mengatakan, meningkatnya kegiatan PETI tidak lepas dari melemahnya pendapatan masyarakat akibat krisis ekonomi yang melanda seluruh lapisan masyarakat.

Baca Juga: Menyadari Tujuan Positif IUPK bagi Organisasi Multiagama, Senator Sarankan Penambangan Manusia Juga Diizinkan.

“Banyak warga yang menggantungkan penghidupannya pada aktivitas ilegal ini karena masyarakat negara ini mempunyai peluang untuk menunjang kehidupan di dunia pertambangan,” imbuhnya.

Dijelaskannya, berdasarkan data Kementerian ESDM pada Agustus 2021, terdapat 2.741 kegiatan penambangan atau penambangan liar (PETI) di Indonesia.

Baca Juga: Tambang Masyarakat Hukum, Gus Fala pastikan NU siap mendukung

Rizal menjelaskan, data tersebut harus ditanggapi serius oleh pemerintah, dan tindakan serius tersebut bisa berupa tindakan ekstrem seperti pembinaan, pengawasan, atau penutupan aktivitas pertambangan mineral.

Ia menyatakan, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur PETI sebagai tindak pidana secara kaidah.

Oleh karena itu, pelaku akan diancam pidana selama 5 tahun penjara dan PETI akan menambah denda sebesar 100 miliar agar memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan, jelasnya.

Rizal mengatakan, perusahaan pertambangan harus berusaha mengelola Wilayah Izin (WPR) jika aktivitas PETI ditiadakan.

ASPETI meminta Kementerian ESDM berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi dan menyiapkan WPR serta memfasilitasi penerbitan HKI. 

Menurut Rizal, harus ada satuan tugas penanggulangan PETI yang tidak hanya melakukan penegakan hukum namun juga melakukan pembinaan, fasilitasi, dan pengawasan.

“Pembentukan Satgas Pengelolaan PETI merupakan salah satu cara kerja yang terorganisir, lintas sektoral dan komprehensif untuk mengatasi permasalahan PETI,” tegasnya.

Ia mengimbau masyarakat luas lebih berhati-hati dalam melakukan serangkaian operasi penambangan yang dapat membahayakan keselamatannya.

“Kami juga mengajak seluruh pihak yang berkepentingan bersama instansi terkait untuk bersama-sama memantau seluruh kegiatan pertambangan yang tidak menggunakan izin atau pertambangan tanpa izin (PETI),” pungkas Rizal.

Sebelumnya, aktivitas PETI kembali mencuat pasca peristiwa longsor di kawasan pertambangan mineral dan emas tanpa izin di Desa Tulabolo, Kecamatan Suva Timur, Kabupaten Bon Bolango, Provinsi Gorontalo pada 7 Juli 2024.

14.00 Berdasarkan data Kepala Posko Tim SAR Umum WITA, korban meninggal sebanyak 26 orang, masih dalam pencarian 21 orang, dan selamat 269 orang (mcr8/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *