Alexander Marwata Sentil Kepala Daerah saat Bicara Pemimpin Antikorupsi, Ada Istilah Lingkaran Setan

saranginews.com SEMARANG – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan Indonesia menghadapi kebutuhan darurat bagi para pemimpin antikorupsi untuk menjadi teladan.

Alex menyatakan, pemimpin daerah sebagaimana layaknya pemimpin, harusnya menjadi contoh yang baik bagi bawahannya. Bukan sekedar bicara, tapi lakukan apa yang Anda katakan, yaitu bercakap-cakap.

BACA JUGA: Napi Korupsi Meninggal di Lapas Wanita Semarang

“Lakukan apa yang Anda katakan, manajemen tidak hanya mengatakan apa yang Anda katakan, itulah yang Anda lakukan,” ujarnya saat membuka peluncuran bus KPK di Semarang, Kamis (7/11).

Berdasarkan pantauannya, di Indonesia saat ini belum ada tokoh yang bisa dijadikan model. Ia menyarankan agar para pemimpin daerah mencontoh para founding fathers bangsa seperti Bung Hatta.

BACA JUGA: Ginting Dibebaskan karena Dugaan Pembakaran Rumah Jurnalis Karo, Terungkap Perannya

Selain proklamasi, Alexander juga menyebut Jaksa Agung Baharuddin Lopa, Hakim Agung Ismail Saleh, Kapolri Hougeng yang memiliki integritas dan kemampuan luar biasa.

Model apa yang diwarisi Bung Hatta? Salah satunya ingin membeli sepatu Pele buatan Swiss, memotong iklan sepatu itu sampai meninggal tanpa membelinya. Ini pasti model kita, katanya.

BACA JUGA: Siapa Dalang Pembakaran Rumah Jurnalis di Karo? Karena itu membuatmu penasaran

Alex mengatakan dia melihat kurangnya teladan saat memimpin PKT selama sembilan tahun terakhir. Apalagi melihat perjuangan pada pemilu (pemilu) Februari lalu.

Dia mengatakan, suksesnya penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan calon legislatif (pileg) 2024 tidak dibarengi dengan kerusuhan, namun menurutnya berdampak buruk terhadap kebijakan moneter.

“Kita bicara pendidikan antikorupsi semakin gencar, namun fakta di lapangan tidak sejalan, sungguh ironis,” ujarnya.

Ia pesimistis pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 yang digelar serentak November mendatang akan jauh dari politik moneter.

“Iya, penyelenggara pilkada yang tertib tidak mendidik, secara tidak langsung membiasakan masyarakat kita untuk melakukan korupsi,” ujarnya.

Jika tidak ada nilai integritas, menurutnya, pada Pilkada 2024, calon kepala daerah akan sibuk melakukan persuasi melalui berbagai cara hingga dini hari menjelang pemungutan suara.

Ia juga menyebut bakal calon pimpinan daerah yang menghalalkan pembagian uang kepada masyarakat dengan dalih sedekah.

Menurut dia, alasan bersedekah sudah menjadi rahasia umum menjelang pemilu, pemilu daerah, bahkan pemilu nasional atau pemilu kepala negara.

Masalahnya, kalau terpilih, dia hitung-hitung berapa pengeluarannya, lalu berapa penghasilannya selama lima tahun menjabat, ujarnya.

Meski belum mengeluarkan uang pribadi, Alex mengaku sulit percaya investor tidak meminta timbal balik. Bantuan yang diberikan para donatur tidaklah gratis.

“Kalau calon menang, dia ikut lelang dan minta menang. Itu lingkaran setan yang tidak pernah berakhir,” ujarnya (mcr5/jpnn). Jangan lewatkan video pilihan editor ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *