saranginews.com, JAKARTA – Junior Prestasi (PJI) Indonesia, Asia Dengue Voice and Action Group (ADVA) melakukan terobosan dalam edukasi pengobatan demam berdarah dengue (DBD) pada generasi muda.
Workshop ini disponsori oleh PT Takeda Obat Inovatif (Takeda) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
BACA JUGA: Kasus DBD Meningkat, Tindakan Pencegahan Jadi Alternatifnya
Program tersebut ditujukan agar siswa sekolah menengah pertama (SMA) dan siswa sekolah menengah atas (SMK) memahami penyakit demam berdarah sejak kecil.
“Tindakan individu dan masyarakat sangat diperlukan untuk menurunkan jumlah kasus demam berdarah dan mencapai tujuan nol kematian akibat demam berdarah pada tahun 2030,” kata Dr. Agus Handito, S.K.M., M.Epid., tim kerja Arbovirosis Kementerian Kesehatan RI dalam laporannya, Rabu (7/10).
BACA JUGA: Prevalensi DBD di Solo Menurun
Kementerian Kesehatan juga menyambut baik disetujuinya program Dengue Slayers Challenge.
Inisiatif ini didasarkan pada Strategi Nasional Penanggulangan Demam Berdarah Dengue 2021-2025, khususnya pada aspek peningkatan partisipasi dan inovasi masyarakat.
BACA JUGA: Tahun ini jumlah kasus DBD tertinggi terjadi di Sumsel
“Kami mengapresiasi dukungan yang diberikan Takeda, ADVA dan PJI melalui program ini kepada generasi muda,” ujarnya.
Demam berdarah telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting saat ini.
Hingga minggu ke-22 tahun 2024, Kementerian Kesehatan RI mencatat 119.709 kasus demam berdarah dengan 777 kematian di 34 provinsi di Indonesia.
Angka ini meningkat pesat, hingga tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Keadaan ini mendorong berkembangnya upaya pengobatan demam berdarah dengue yang menjadi hal baru dan melibatkan banyak pihak di masyarakat.
“Anak-anak muda yang terlibat dalam proyek ini merupakan bagian penting dari masyarakat dalam upaya pengendalian demam berdarah,” kata Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Dr., SpA(K), Dewan Direksi ADVA untuk Indonesia.
Robert Gardiner, pakar pendidikan dan konsultan yang bekerja untuk Selamat Junior Indonesia, menambahkan bahwa generasi muda baru dengan kemampuan dan minatnya masing-masing harus didorong untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.
Melalui proyek ini, mahasiswa mendapatkan pengalaman pertama dalam penelitian penyakit demam berdarah dengue, serta kesempatan untuk menerjemahkan ide-idenya menjadi karya nyata dan bermakna.
“Dalam proses belajar dan menciptakan ide, mereka juga membutuhkan banyak keterampilan abad 21 seperti berpikir, komunikasi, kolaborasi, dan ketersediaan ide,” kata Robert.
Presiden PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyatakan komitmennya untuk membantu mencegah demam berdarah sebagai mitra jangka panjang melalui pencegahan baru kami dan seterusnya. Ia pun mengapresiasi antusiasme para pelajar yang mengikuti Dengue Slayers Challenge.
“Kami bekerja sama dengan pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dunia usaha, sekolah, dan komunitas untuk mendorong pencegahan flu dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi keluarga dan komunitas di negara ini. Bersama-sama kita memiliki kekuatan untuk memerangi demam berdarah, dan kita harus bertindak sekarang,” tambahnya. .
Dalam Dengue Slayers Challenge, mahasiswa berlomba mengembangkan solusi baru pencegahan dan pengendalian demam berdarah berbasis media sosial (Disclosure), sistem surveilans ( Surveillance & Epidemiology) atau strategi pengendalian nyamuk (Vector Control: Prophylaxis/Prevention).
Guna menunjang penelitian dan pengembangan gagasan, mahasiswa mendapat pelatihan tentang penyakit flu, pelatihan berpikir dan bimbingan dari para ahli di bidang kesehatan bersih.
Untuk menyelesaikan proyek ini, tim-tim teratas berkesempatan untuk mewakili Indonesia dan mempresentasikan ide-ide mereka kepada komunitas internasional, pejabat kesehatan pemerintah, dan pengambil keputusan pada KTT Demam Berdarah Asia ke-7 di Kuala Lumpur pada tanggal 5-7 Juni. (esy/jpnn)
BACA SELENGKAPNYA… Pemohon DBD masih bertahan di Mukomuko, Sumatera Selatan