saranginews.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusut sejumlah kasus penyalahgunaan KTP pribadi pemohon yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab saat membuat rekening bank dan mengajukan pinjaman online tanpa sepengetahuan pemegang KTP yang sah.
Di sisi lain, DPR RI menilai OJK tidak mampu menunjukkan kinerjanya dalam memantau dan menindak perbankan dan lembaga fintech.
Baca juga: Fernando H. Identifikasi Judi Online Ganinduto OJK Usung Inovasi
Dua isu penyalahgunaan identitas pribadi pelamar kerja Dewi Rahmawati dengan PT CAS dan BNI serta kasus Muhammad Lutfi dan 27 pelamar kerja di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta Timur yang kini jadi sorotan publik. Tentara adalah legislatif.
Dia mengatakan, validasi data anggota KPU sangat buruk sehingga merusak kepercayaan masyarakat.
Baca juga: Percepat Akses Pembiayaan di Daerah, Kementerian Dalam Negeri merger dengan OJK dan TPKAD
Menurut Kamrussamad, perlu dilakukan penilaian tata kelola sistem keuangan digital yang diatur Otoritas Jasa Keuangan secara komprehensif. Sesuai Petunjuk UU ITE Nomor 1 Tahun 2024, transaksi keuangan digital harus diamankan dengan tanda tangan elektronik yang bersertifikat.
Politisi Gerindra ini mengatakan, kementerian dan lembaga harusnya memiliki Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC). Selama Republik Demokratik Kongo belum ada, masih banyak korban lainnya.
Baca Juga: Pemprov Sumsel Gandeng OJK Panen Gernas BBI-BBWI Tahun 2024
Ia mengatakan, jika melihat OJK, fungsinya saat ini hanya sebatas lembaga yang menerima laporan namun tidak melakukan kegiatan pengawasan.
“Jadi berdasarkan dia dia yang memberi izin, dia yang mengawasi, dia yang menyelidiki, dia yang memberi penilaian jika tidak bertindak. Jadi dia membuat sistem pelatihan staf yang dia gunakan. Sebab kalau sumber daya manusianya tidak siap maka akan sulit, “dapat diandalkan, sangat sulit,” kata Kamrussamad, Selasa, usai rapat kerja dengan Dewan Komisioner OJK di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta. 9/7).
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Sirigar mengatakan, laporan masyarakat mengenai penyalahgunaan KTP pemohon pinjaman sedang diselidiki. Dia meyakinkan OJK akan memberikan sanksi tegas terhadap kegagalan yang dilakukan perbankan atau fintech.
“Hal ini akan terus kami dalami karena jika memang benar berarti tidak sesuai dengan perilaku suatu perusahaan di sektor jasa keuangan (sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait). Informasi ini akan kita selidiki ya dengan data yang sebenarnya,” kata Mahendra.
Mahendra juga membenarkan, OJK sedang mengusut kasus 27 pelamar kerja di Sililiton Wholesale Center (PGC) Jakarta Timur yang datanya dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab untuk pinjaman online.
“Aturan dan sanksi mengenai hal ini sudah jelas. Kami sedang menyelidiki baik-baik apa yang terjadi,” kata Mahendra.
Mahendra menegaskan, pihaknya akan terus berupaya mendisiplinkan Fintech P2P Lendin/Pinjol dan Perbankan, khususnya terkait kepatuhan terhadap UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
“Kalau selalu konsisten, tidak akan ada kontroversi dalam hal ini karena ya, undang-undang itu mutlak berlaku. Tapi tentu saja kita harus menerapkannya dalam konteks kawasan ini, menerapkannya secara bertahap. Kalau tidak ada perbedaan.” “Tentu kami menghormati dan mengikuti aturan hukum,” kata Mahendra. (tan/jpnn)
Baca artikel lainnya… OJK Tutup 915 Lembaga Keuangan Ilegal dan Siap Didenda