saranginews.com – Ketua Presidium Komite Politik Perempuan Indonesia (KPPI) Kanti W. Janis menyoroti keputusan DKPP memecat Ketua KPU Hasyim Asyari karena terlibat kasus asusila.
KPPI berharap calon Ketua KPÚ ke depan mempunyai perspektif gender.
BACA JUGA: Ketua KPU Hasyim Asyari dipecat karena maksiat, August Mellaz: Sudahlah
Cindra Aditi. Foto: Rio Feisal/Antara
“Kami berharap setelah ini akan dipilih Ketua KPU berikutnya yang berwawasan gender,” kata Kanti saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (7 Juni).
BACA JUGA: Ini Wawancara Mesra Hasyim Asyari dengan Mbak Cindra, Ada Juga Foto Keduanya
Hal itu diungkapkannya setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi penarikan tetap terhadap Ketua KPU RI Hasyim Asyari yang terlibat asusila dengan Cindra Aditi, anggota PPLN Den Haag, Belanda.
Kanti pun mengapresiasi keputusan yang dikeluarkan DKPP meski dinilai terlambat.
BACA JUGA: Ini Tanggapan TKN Prabowo-Gibran atas Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asyari karena Maksiat
“Saya apresiasi sekali, kami di KPPI juga mengapresiasi, tapi telat banget,” ujarnya.
Menurut Kanti, keputusan tersebut bahkan tidak bisa menjadi preseden bagi perlindungan perempuan di masa depan dari kekerasan seksual di ranah politik Tanah Air.
Lebih lanjut, Hasyim Asyari hanya mendapat sanksi etik, bukan sanksi pidana.
“Belum, masih jauh, apalagi dengan ini belum ada sanksi pidana. Yang ada hanya pengusiran,” ujarnya.
KPPI juga menegaskan, sentimen masyarakat terhadap para korban masih cenderung negatif dan tidak menunjukkan prasangka apa pun.
“Masih sangat negatif, tidak terlalu menimbulkan simpati luas terhadap para korban. Makanya edukasi masyarakat harus dibangun dari situ,” harap Kanti.
Selain itu, Kanti mengingatkan, keputusan DKPP yang mencopot Hasyim Asyari untuk selamanya dari jabatan Presiden dan Anggota KPU RI tidak serta merta melupakan keputusan DKPP sebelumnya karena melanggar kode etik.
Ia mengatakan, Hasyim sebelumnya sudah mendapat teguran keras terakhir dari DKPP terkait pertemuan dan perjalanan ke Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Ketua Umum Republik Satu Hasnaeni atau Partai Perempuan Emas pada 2023.
Selain itu, ada pula keputusan DKPP terkait perkara Peraturan KPU (PKPU) nomor 10 tahun 2023 tentang keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif.
Termasuk pelanggaran kode etik dan prosedur KPPU RI yang seharusnya melakukan perubahan PKPU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (KC) tentang perubahan batasan usia calon presiden dan wakil presiden.
“Jadi kita tidak boleh melupakan kesalahan besar lainnya,” kata Kanti (ant/jpnn) Jangan lewatkan video pilihan editor ini: