Ozzy Sudiro Beri Penjelasan Tentang Tanah di Daan Mogot KM 14, Simak

saranginews.com, JAKARTA – Maestro Ozzy Sulaiman Sudiro mengeluarkan pernyataan terkait perebutan tanah milik keluarganya di Jalan Daan Mogot KM 14 Jakarta Barat.

Menurut Ozzy, berdasarkan fakta otentik, tanah di Jalan Daan Mogot Km 14, Jakarta Barat itu dibeli oleh keluarganya.

Baca Juga: 40 Tanah Eks Bupati Kepulauan Meranti Disita KPK, Ini Sangat Berharga

Oleh karena itu, hak pengembangan atas tanah seluas kurang lebih 6,2 hektar itu dialihkan atau dilepaskan kepada Muchtar A.W., keluarganya pada tanggal 9 Agustus 1972, kata Ozi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/7/2024).

Dijelaskannya, hal itu didukung dengan bukti surat serakah buatan 9 Dalich dan kuitansi pembayaran dengan materai cukup.

Baca Juga: Saksi Ungkap Alasan Kenaikan Harga Tanah Rumah DP Rp 0 Miliar

Menurut Ozzy, Muchtar AW masih berkeluarga. “Saya diminta mengurus 9 dokumen incaran seluas 66.200 m2 yang terletak di Jalan Dan Mogot KM 14. Bekas pegawai Departemen Pen, dibeli dari keluarga Daliha bin Kecil (Cs). Dibeli tahun 1972” kata Ozzy.

Ozzy menjelaskan, saat itu, lahan tersebut rencananya akan dibeli PN Pertamina melalui PT Sussam untuk dipamerkan.

Baca juga: Haji Isam bantu korban kebakaran di Tanah Bumbu Rp

Namun lepas landas dan pembeliannya ditolak, namun pada akhirnya mereka menjaga tanah tersebut dalam waktu yang lama. Sampai tahun 2016.

“Setelah bapak saya memecat saya tahun 2016, saya yang urus saja. Masih kosong. Sementara Dalih Cs sedang mengerjakannya,” kata Ozzy.

Menurut Ozzy, hingga saat ini negara aman karena masih dikuasai secara fisik oleh Dalih Cs.

“Saya datangi sertifikatnya. Tercatat ada sembilan girik (9 girik). Akhirnya lama-lama saya tahu ada klaim, ternyata klaim itu dari Pertamine,” kata Ozzy.

Setelah ditelaah lebih lanjut data dan berkas yang ada, menurut Ozzy Sudir, ia hanya menemukan bahwa tanah di Daan Mogot Km 14 diperjualbelikan oleh “mafia tanah, padahal yang menguasai Girik atau huruf C adalah Dalih Cs. .

Berdasarkan data yang ada, Ozi mengatakan, kondisi tanah tersebut awalnya merupakan tanah bersama (ulajat pertanian dengan memperhatikan hak individu/masyarakat).

Jenis dasar kepemilikan/penguasaan hak atas tanah adalah Girik/Huruf C sebelum berlakunya PP 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah.

Pemilik asli tanah tersebut adalah Thie Tjoe Nio (WNA – Tionghoa) dengan kantor terdaftar Girik/huruf C nomor 148 dengan luas sekitar 6,2 ha.

Pada tanggal 15 Agustus 1941, seluruh tanah di atas dijual kepada Lie Wie Sie (WNA – Tionghoa), pemegang hak milik Girik/Huruf C nomor 859.

Kemudian pada tanggal 24 September 1960 dikeluarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Prinsip Dasar Agraria.

Pada tanggal 8 November 1960, tanah Lie Wie Sie diwarisi oleh kedua putranya: Lie Lai Nio (WNA – Tionghoa) dan Lie Sun Nio (WNA – Tionghoa). Lie Lai Nio mewarisi luas 16.330 m2, sedangkan Lie Sun Nio memiliki luas 8.320 m2.

Bahwa berdasarkan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960 Pasal 9 Ayat 1 bahwa “Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan seutuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa…”

Ayat 2 menyatakan “Setiap warga negara Indonesia, laki-laki dan perempuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah…”.

Pasal 2 ayat 1 ‘Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik,” kata Ozi.

Demikian lanjut Ozzy Sudiro, sesuai dengan ayat 2, setelah berlakunya undang-undang tersebut, orang asing akan memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.

Demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya setelah berlakunya undang-undang ini, wajib melepaskan hak tersebut dalam waktu satu tahun sejak memperoleh hak atau kehilangan kewarganegaraannya.

“Apabila hak milik tersebut tidak dilepaskan setelah jangka waktu tersebut, maka hak hukumnya habis dan tanah tersebut menjadi milik negara, dengan ketentuan hak pihak lain yang membatasinya tetap berlaku,” jelas Ozi.

Karena Lie Lai Nio dan Lie Sun Nio tidak melepaskan hak kepemilikannya untuk jangka waktu satu tahun terhitung tanggal 10 November 1961, maka status tanah di Jalan Daan Mogot Km 14 menjadi tanah pemerintah.

Hal ini dibuktikan dengan Jawaban Desa Cengkareng Barat Nomor: 252/1.711.1 tanggal 17 Mei 2021 yang ditandatangani oleh Raden Ilham Agustian Lesmana, S.IP, Kepala Desa Cengkareng Barat.

Mengingat : Jawaban surat Girik C no. 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C no. 1199 atas nama Lie Swan Nio ditujukan kepada Napal Januari Sembiring, yang isinya sebagai berikut:

Selanjutnya surat Saudara nomor 11/NJSP/V/2021 tanggal 10 Mei 2021 perihal permintaan keterangan Girik C nomor 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C nomor 1199 atas nama Lie Swan Nio apakah sudah benar terdaftar dan dicatat dalam Buku C Kecamatan Cengkareng Barat, dengan ini kami umumkan sebagai berikut:

Berdasarkan surat Desa Cengkareng Barat nomor 131/1 711 tanggal 7 Mei 2014 yang ditandatangani dan diberi stempel, dan setelah kami periksa buku register C, Desa Cengkareng Barat, Girik C nomor 1198 terdaftar atas nama Lie Thay Nio. , Namun kami menemukan bahwa itu adalah skenario yang tidak kami pahami dan tidak kami ketahui arti dan signifikansinya,” jelasnya.

Lebih detailnya Raden Ilham, Kepala Desa Cengkareng Barat saat itu mengungkapkan, ada data kepemilikan dan peralihan hak yang tidak tercatat dalam buku catatan register C, “jadi diluar pengetahuan kami, kami tidak bahkan mengetahui lokasi dan objek tanahnya,” ujarnya saat itu Raden Ilham Agustian Lesmana.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Ozzy Sudiro dalam buktinya menyatakan bahwa benar Girik C nomor 1198 dan Girik C nomor 1199 dihilangkan atau dibatalkan akibat undang-undang yang berlaku saat ini.

“Pentingnya Girik dicoret menurut data kecamatan,” tegas Ozzy Sudiro (jum/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *