saranginews.com – Bandung – Biro Kebijakan dan Strategi Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri (BSKDN Kemendagri) optimistis dengan target percepatan pengentasan kemiskinan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2024. untuk mencapai nol tingkat kemiskinan ekstrem.
Hal tersebut diungkapkan Faisal Syarif dari Staf Strategi Kebijakan Daerah (Pustrajakan), Kependudukan dan Pelayanan Publik (KKPP) Pusat Pelaksana Harian (Plh.) BSKDN Faisal Syarif di akhir acara Forum Diskusi Praktis (FDA). percepatan strategi mitigasi darurat Tingkat kemiskinan di berbagai daerah.
BACA JUGA: Kemendagri BSKDN Gandeng Koso Nippon Luncurkan Program Inspeksi di Distrik
“Jika kita melihat kembali tahun ini yang nol persen, kita perlu memperkuat keterpaduan, keterpaduan, dan kerja sama dengan semua pihak, baik kementerian/lembaga (K/L), pemerintah kota, dan lembaga lainnya, agar kerja kita bisa mencapai tujuan dan mampu mencapai target. capai tepat waktu, target,” kata Faisal, Rabu (7/7) di Bandung.
Faisal mengatakan melalui penerapan FDA, pihaknya berharap ke depan dapat memperbaiki berbagai bentuk pengentasan kemiskinan.
Baca juga: BSKDN tingkatkan kapasitas organisasi untuk perkuat pengembangan kebijakan
Ia juga mengimbau daerah-daerah yang paling banyak mengalami kemiskinan ekstrem agar segera mengambil tindakan guna mempercepat pemberantasan kemiskinan ekstrem, dengan mempertimbangkan situasi aktual di masing-masing tempat.
“Terima kasih kepada para narasumber, pembicara dan peserta yang setia mengikuti rangkaian acara FDA ini hingga akhir, baik secara langsung maupun virtual,” ujarnya.
Baca juga: BSKDN Kementerian Dalam Negeri melihat kerja sama sebagai salah satu cara untuk memfasilitasi penerapan smart governance
Sementara itu, Raden Muhammad Purnagunawan, Ketua Kelompok Kebijakan Pembangunan Kapasitas dan Ekonomi Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Nasional (TNP2K), menjelaskan beberapa tantangan penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Tantangan tersebut antara lain adalah masih terhambatnya efektivitas program perlindungan sosial karena besarnya kesalahan eksklusi atau kesalahan data dan masih kurangnya program dukungan sosial (banso) yang saling melengkapi.
Tantangan lain dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah bahwa kemiskinan terkonsentrasi di daerah pedesaan dan beberapa provinsi, dan anggaran untuk program pemberdayaan ekonomi belum mencapai dampak pengentasan kemiskinan yang optimal, sehingga kebijakan dukungan sosial masih terhambat.
“Kita ingin Aceh-Papua bisa memberikan bansos sebesar 300.000, padahal kalau dilihat biaya hidup tiap daerah bisa berbeda-beda. Oleh karena itu, sering kita dengar Papua mendapat bansos sebulan sekali, tiga kali lipat. sebulan. karena “Pengambilannya mahal. Mungkin perlu diperhatikan di kemudian hari,” jelasnya.
Bin Laden juga mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja sama agar upaya pengentasan kemiskinan, khususnya melalui bantuan sosial, dapat mencapai sasaran dan sasaran yang tepat berdasarkan realitas sosial.
Ia menyimpulkan: “Pemerintah daerah yang paling dekat dengan masyarakat [perlu tegas] memutuskan apa saja yang bisa kita masukkan ke dalam daftar manfaat dan apa yang bisa kita hapus dari daftar manfaatnya.”
Sebagai tambahan informasi, beberapa pembicara lain turut serta dalam forum diskusi tersebut, antara lain Katiman Kartowinomo III, Wakil Menteri Penanggulangan Kemiskinan dan Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik (Kemenko PMK). Indonesia Chaerul Dwi Sapta, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Guru Besar Universitas Padjadjaran Nunung Nurwanti dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Iendra Sofyan antara lain. (Sam/jpnn)