Merespons Putusan PHPU untuk DPD Sumbar, Dhifla Wiyani: MK Tidak Konsisten

saranginews.com, Jakarta – Praktisi hukum Dhifla Viani menanggapi Putusan PHPU Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 yang dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi RI.

Dhifla Viani dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/1/2024), mengatakan, “Putusan Mahkamah Konstitusi ini sungguh mengejutkan, khususnya bagi masyarakat Sumatera Barat (Sumber).

Baca juga: Pimpinan MPR Sebut Keputusan Bamsoet MKD Cacat Prosedur

Ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya adalah putusan KPU RI Nomor. Perihal Penetapan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 360 Tahun 2024, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Kota tanggal 20 Maret 2024 secara nasional sampai dengan diterima oleh calon anggota DPD seprovinsi Sumatera Barat Mengenai perolehan suara.

MK juga memerintahkan KPU untuk memilih kembali calon anggota DPD RI dengan memasukkan nama Irman Gusman.

Baca juga: Serikat Tani Tekankan Penetapan Harga Gabah, Ketua DPD RI Minta BAPNA Libatkan Stakeholder

Dikatakannya, nama Irman Gusman sebelumnya masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) calon anggota DPD RI dari daerah pemilihan Sumbar, namun hilang saat KPU Indonesia mengeluarkan daftar calon tetap berdasarkan Irman Gusman. Dia belum menyelesaikan lima tahun hukuman pidananya.

Hal ini diatur dalam Pasal 182 huruf g UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa pidana penjara lima tahun atau lebih tidak boleh dijatuhkan.

Baca juga: Diskusi Panel Lingkungan Hidup di Unair, Presiden DPD RI dukung penguatan legislasi yang menekankan Antroposen

Setelah KPU memutuskan untuk membersihkan namanya, Erman Gusman menggugat Bawasalu hingga PTUN Jakarta untuk memprotes.

PTUN Jakarta menerima permintaan Erman Gusman dan memerintahkan KPU Indonesia untuk memasukkan kembali namanya ke dalam daftar DCT, namun KPU Indonesia mengabaikannya.

“Yang aneh dari putusan ini adalah bagaimana Mahkamah Konstitusi Indonesia bisa menerima permohonan tersebut?”

Meski berstatus hukum, Irman Gusman disebutnya tidak ikut serta dalam pemilu lalu.

Dikatakannya, Pasal 474 ayat (1) UU Pemilu juncto Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara PHPU Anggota DPD dengan tegas menyebutkan hanya partai baru yang dapat mengajukan pendaftaran PHPU. Peserta pemilu.

Selain itu, penerapan MKRI ini hendaknya hanya menyangkut perselisihan hasil pemungutan suara dan bukan perselisihan dalam proses pencalonan calon anggota DPD RI (Pasal 474 ayat (1) UU No. 7. Pasal 474). 5 Tahun 2023 digabung dengan PMKRI No.3 Tahun 2017.

Menurut Dhifla Wiani, Irman Gusman divonis 3 tahun penjara setelah ada putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung RI pada 24 September 2019, dan ditahan sejak 16 September 2016.

Artinya, dia akan dinyatakan bebas demi hukum pada 24 September 2019, kata Dhifla Viani.

Jika Irman Guzman ingin kembali terjun ke dunia politik, ia harus istirahat dulu selama lima tahun. Artinya, Anda baru bisa mendaftar ulang pemilu atau pemilu daerah setelah tanggal 24 September 2024.

Dalam putusannya, MKRI menyebut KPU Indonesia salah karena tidak memasukkan nama Erman Gusman dalam DCT karena nomor putusan PTUN. 600/G/SPPU/2023/PTUN.Jkt mengabulkan keberatan Erman Guzman.

Oleh karena itu, KPU Indonesia harus melaksanakan keputusan tersebut. Mahkamah Konstitusi RI menyetujui isi pendapat PTUN Jakarta yang menyatakan masa skorsing selama lima tahun tidak dapat diterapkan kepada Irman Gusman.

Sebab, dalam keputusan Dewan Peninjauan Kembali Marie, hak politiknya juga diancam dengan pencabutan selama 3 tahun.

Padahal, menurut Dhifla Wiyani, sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 12/PUU-XXI/2023. Isinya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi menerima permohonan perubahan bunyi Pasal 182 huruf (g) dengan syarat tidak diterapkan pidana penjara sebelumnya dan ada risiko pidana penjara paling lama 5 (tahun). ).

“Tidak pernah seorang pelaku pidana diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kelalaian dan kejahatan politik karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan pandangan politik rezim yang berkuasa;

– 5 (lima) tahun telah berlalu dan telah menyatakan secara terbuka dan jujur ​​bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana;

– bukan pelanggar berulang.”

Dhifla Vyani, dalam memutus perkara PHPU Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024, hakim MK menilai pendapatnya tidak konsisten karena bertentangan dengan pandangan dalam putusannya sendiri yakni Putusan MKRI Nomor 12/PUU-XXI /2023 dimana 5 Dinyatakan tetap wajib bagi terpidana (lima) tahun yang lalu.

Dhifala Viani mengatakan: “Hal ini tentunya memprihatinkan karena sebagai lembaga pengambil keputusan tertinggi dan final dalam proses pemilu di negeri ini, mereka tidak konsisten dalam pandangan dan keputusannya”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *