Menlu Retno Perjuangkan Ekonomi Inklusif demi Kemajuan Afghanistan

saranginews.com, DOHA – Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menekankan bahwa ekonomi inklusif yang mencakup perempuan harus menjadi bagian dari pembangunan ekonomi Afghanistan.

Pengumuman tersebut disampaikannya pada pertemuan ke-3 Utusan Khusus untuk Afghanistan, atau Doha III, sesi pertama bertajuk “Pemberdayaan Sektor Swasta” yang diadakan di Qatar pada hari Senin.

BACA: Fraksi PKS Dukung Pengunduran Diri Menlu Retno Saat Dubes Israel Bicara di Sidang DK PBB

“Saya selalu mengangkat isu-isu perempuan dalam setiap isu yang kita bahas. “Pada Sidang I juga saya sampaikan bahwa sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan terhadap perbankan,” kata Retno dalam transkrip siaran pers Kementerian Luar Negeri RI, Senin malam.

Selain pemberdayaan perempuan, beliau menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang memungkinkan tumbuhnya sektor swasta yang inklusif.

BACA JUGA: Wapres: Aksi Menlu Retno di PBB Bukti Komitmen Indonesia Dukung Palestina

Retno menjelaskan beberapa hal yang dilakukan Indonesia dengan Afghanistan, seperti kerja sama dengan United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) mengenai inklusi keuangan melalui pengembangan model bisnis keuangan mikro syariah.

“Kemudian ada kerja sama pengembangan perbankan syariah. “Saat ini komunikasi sedang berjalan dan Bank Dunia dalam pemaparannya menyoroti Indonesia sebagai negara yang dapat berkontribusi dalam permasalahan ini,” ujarnya.

BACA JUGA: Menlu Retno: Negosiasi Tidak Mungkin, Israel Harus Pergi Sekarang!

Retno juga menyampaikan kesediaan Indonesia untuk menjalin hubungan antara pengusaha perempuan Indonesia dan Afghanistan.

“Hal lain yang saya sebutkan pada sesi pertama adalah pentingnya mewaspadai rezim sanksi untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan terhadap perekonomian Afghanistan,” ujarnya.

Ia kemudian mengusulkan pembentukan kelompok kerja (working group) yang secara jelas membahas kerja sama ekonomi dan mengikutsertakan pemangku kepentingan terkait untuk berkontribusi dalam kerja sama ekonomi.

Selain itu, pada sesi II yang membahas isu pemberantasan narkoba, Retno menyampaikan bahwa permasalahan narkoba tidak hanya mengkhawatirkan Afghanistan, tetapi juga berdampak pada kawasan dan dunia.

“Kita perlu mengevaluasi kebijakan pelarangan opium. “Pertanyaannya adalah dukungan seperti apa yang dapat diberikan oleh komunitas internasional terhadap kebijakan ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Afghanistan,” katanya merujuk pada larangan budidaya opium di Afghanistan yang mengurangi 95 persen hasil panen. Candu di Afghanistan.

Dalam konteks ini, Retno mengatakan perlunya rehabilitasi pengguna narkoba yang jumlahnya cukup besar dan berasal dari generasi muda Afghanistan.

“Jika upaya rehabilitasi tidak berhasil, masa depan Afghanistan akan suram,” katanya.

Ia kemudian menekankan pentingnya pendekatan inklusif dan kebijakan kesetaraan, dimana perempuan korban dapat menerima perlakuan yang sama. Dalam konteks ini, Indonesia siap membantu upaya pemulihan dan program reintegrasi masyarakat.

Retno kemudian menjelaskan pentingnya menyediakan sumber daya ekonomi alternatif bagi penghidupan masyarakat Afghanistan dengan memberdayakan potensi ekonomi masyarakat.

Indonesia berkomitmen untuk menyediakan mata pencaharian alternatif dengan mendukung 2.000 rumah tangga di Distrik Chaparhar, Provinsi Nangarhar, dengan praktik pertanian yang mempengaruhi lebih dari 14.000 warga Afghanistan.

Indonesia juga mengundang negara-negara yang memiliki karakteristik tanah dan cuaca serupa untuk membantu masyarakat Afghanistan mengidentifikasi tanaman yang cocok untuk dikembangkan, kata Retno.

Terakhir, terkait penegakan hukum, Retno mengatakan meski opium sudah dilarang, namun masih terdapat situasi yang mengkhawatirkan dalam peredaran narkoba.

Oleh karena itu kerja sama dengan aparat penegak hukum, khususnya dengan negara tetangga, sangat penting, ujarnya.

Pertemuan Doha III dipimpin oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, Rosemary DiCarlo, dan dihadiri oleh Taliban sebagai otoritas de facto di Afghanistan.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan 25 negara seperti Amerika Serikat, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, India, Tiongkok, Jerman, Tajikistan, Uzbekistan, Kanada, Norwegia, Rusia, Turki, Qatar, Uni Emirat Arab . , Arab Saudi, serta beberapa organisasi internasional seperti PBB, Uni Eropa, Organisasi Kerjasama Islam dan Bank Pembangunan Asia. (semut/dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *