Tuntutan Jaksa KPK Sebut Eks Mentan Tamak, Guru Besar Hukum Pidana: Harus Berdasar Fakta Persidangan, Jangan Asumsi

saranginews.com, Jakarta – Tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Sihrul Yasin Limpo (SYL) menjadi sorotan. Apalagi jika menyangkut istilah “keserakahan” yang digunakan jaksa dalam klausul memberatkan dakwaan SYL.

Fakultas Hukum (FH) Universitas Pancasila Guru Besar Hukum Pidana, Prof. Agus Surono mengatakan jaksa KPK harus menggunakan terminologi yang sesuai dengan undang-undang.

Baca Juga: Sidang Pemerasan dan Suap, SYL Divonis 12 Tahun Penjara

Menurut Surono, penggunaan istilah dalam dakwaan juga harus berdasarkan fakta persidangan.

Jadi (tuntutan, Red.) tidak berdasarkan asumsi, kata Agus Surono saat dihubungi wartawan, Minggu (30/6/2024).

Baca Juga: SYL Akui Beri Firli Dh1,3 Miliar, Irjen Carioto Tanggapi

Ia menegaskan, konsep keserakahan bukanlah bagian dari tuntutan pidana yang diajukan jaksa terhadap SYL.

Seperti diketahui, sesuai Pasal 55 Ayat 1 Ayat 1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP SYL, terkait Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijerat pasal Pasal 12 e. ) ) dari CSC yang dalam dakwaan pertama.

Baca Juga: Cara SYL Beri Rp1,3 Miliar ke Firli Bahur Ini Peran Komisaris Irwan Anwar

Unsur keserakahan tidak ada dalam diri terdakwa tindak pidana (Jaksa KPK, Red.), tegas Agus Surono.

Agus menambahkan, tuntutan JPU juga harus sesuai dengan bukti-bukti di persidangan dan harus sesuai dengan peran SYL.

Bukti tersebut, lanjut Agus, tertera pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Jaksa KPK dilaporkan meminta hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menghukum SYL 12 tahun penjara.

Selain itu, pledoi yang dibacakan pada Jumat (28/6) itu juga meminta hakim menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta sebagai alternatif hukuman enam bulan penjara.

Jaksa mengatakan, yang memberatkan dakwaan adalah SYL tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Jaksa juga menyatakan terdakwa Sill melakukan tindak pidana korupsi dengan motif rakus.

SYL pun merasa keberatan dengan permintaan tersebut dan mengaku tidak memahami istilah tersebut.

“Saya tidak mengerti kata keserakahan. “Yang saya coba jelaskan adalah ‘pernahkah Anda menerima perintah langsung dari mulut saya?’” kata SYL usai sidang (Jumat/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *