saranginews.com, Labuan Bajo – Duta Besar ASEAN, Benua Afrika, Eropa, dan Amerika mengunjungi Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama tiga hari mulai 27 Juni hingga 29 Juni 2024 Huo.
Kunjungan tersebut merupakan “Perjalanan Diplomatik: Rangkaian Diplomasi Pangan Indonesia”, dan diikuti total 43 orang yang terdiri dari duta besar, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan wakil duta besar dari 24 negara.
Baca juga: BPOLBF Upayakan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata NTT
Rangkaian kegiatan mereka antara lain island hopping di kawasan Taman Nasional Komodo dan kunjungan ke dua destinasi wisata baru, Palapuar dan Golomouli.
Mereka melakukan Operasi Parapuar Green dan menanam 30 pohon Tabebuya kuning atau pohon terompet emas untuk membantu reboisasi dan mencegah polusi.
Baca juga: BPOLBF Jajaki Peluang Kerjasama dengan KBRI Kazakhstan
Antara lain diajak bermeditasi bersama, menikmati penampilan penari Labuan Bajo di Tate Center, dan mengikuti wisata kuliner dari Lorak hingga Palapuar.
Platt. Frans Teguh, Direktur Senior Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), mengatakan kawasan ini terus berkembang sebagai destinasi “prioritas” tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
Baca juga: BPOLBF Dapat Sertifikat HPL Tanah Otorita
Sebagai bagian dari strategi pariwisata nasional untuk mendorong Bali menjadi lebih dari sekedar tujuan wisata, BPOLBF merupakan badan di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang tugas pokok dan fungsinya bersifat otoritatif.
Hal ini untuk mengembangkan dan mempromosikan destinasi super prioritas dan berkelanjutan Parabuar, dengan fungsi koordinasi mengintegrasikan ekosistem pariwisata berkelanjutan di 11 wilayah koordinator yaitu Flores, Alor, Lombata dan Pima.
“Ini menunjukkan komitmen kuat kami untuk mendorong pembangunan ramah lingkungan dan regeneratif serta mendukung gerakan hijau global. Setiap langkah berarti, setiap langkah berarti,” kata Prancis dalam pernyataannya, Senin (1/7).
Frans menambahkan, Parapuar menawarkan banyak peluang investasi potensial dengan keunikannya, seperti rumah kaca, restoran hutan, resor butik kelas atas, dan restoran ramah lingkungan di tebing.
Lalu ada pusat kebudayaan, pusat ibadah gunung, pusat hiking/jogging/lari hutan, outing area, taman bermain anak ramah lingkungan, kampung budaya tradisional, pusat taman cagar alam, kebun binatang mini, dan kebun raya.
Selain itu, eco-exhibition, healing forest, high-end eco-glamping dan eco-meditation/yoga mengambil model pengembangan Ethnic, Ecological, Educational, Cultural and Natural Conservation (3ECNC) sebagai pedoman ke depan.
“Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk mengurangi emisi pariwisata setidaknya 50% pada tahun 2050 dan mendorong industri perjalanan untuk mempercepat aksi iklim,” ujarnya.