Serap Aspirasi Soal WIUPK di PHDI Bali, Mayoritas Inginkan Tak Masuk ke Bisnis Tambang

saranginews.com, DENPASAR – Meski sebagian besar Ormas Hindu di Bali menganut ambisinya, Jumat (28/6/2024), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) berpendapat sebaiknya tidak terjun ke bisnis. WIUPK. (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus) Berdasarkan PP No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara, meskipun terdapat peluang untuk itu.

Pasalnya, sektor pertambangan telah mendapat perhatian publik dalam beberapa bulan terakhir karena pengelolaannya yang merusak lingkungan.

Baca Juga: Forum Masyarakat Sipil Jogja Kritik Alasan PBNU Terima Konsesi Tambang: Tak Masuk Akal

Selain itu, ada pula kasus korupsi yang sedang diusut Kejaksaan Agung yang menelan biaya hingga Rp 300 triliun dan sudah menetapkan puluhan orang sebagai tersangka.

Alasan lainnya adalah berbagai risiko negatif yang ditimbulkan oleh para PhD, apalagi jika sektor pertambangan misalnya terlibat dalam perselisihan hukum, apalagi mereka tidak memiliki keterampilan, kemampuan dan kapabilitas untuk menghadapi permainan mafia. Wilayah Memperhatikan.

Baca Juga: Aktivis Lingkungan Protes Penambangan di Musi Rawas Utara

Kalaupun kita bekerja sama dengan investor, kenyataan bahwa banyak investor yang tidak merehabilitasi lahan bekas tambang mencerminkan bahwa kerusakan lingkungan akan sangat besar, kemudian kelebihan tersebut akan menjadi beban bagi PhDI.

Berikutnya bagaimana seharusnya seseorang bertanggung jawab atas nama agama dan umat Hindu yang merasa disebutkan, apalagi jika ada umat Hindu yang menentang.

Baca Juga: PMKRI tegaskan stand di atas pemberitaan ormas keagamaan yang mendapat wilayah izin usaha pertambangan khusus

Mereka kemudian menggugat PhDI karena diduga menggunakan nama Hindu.

Sikap tersebut antara lain diungkapkan oleh KMHDI (Himpunan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia), Putu Diki Mersa (Himpunan Pemuda Hindu Indonesia Provinsi Bali) dari DPP Perada, dan Arya Gangga (Pasametonan Agung Nararya Dalem Benkuluk Tege) dari PANDBTK. Corey).

Berikutnya Guru Gede Vidnana dari Maha Varga Bujanga Vesnava, Guru Ketut Darmika, Wayan Sukayasa dan Wayan Suyadnya dari Sabha Valaka PhD Central.

Selain itu, Kettut Warthayasa dari Paruman Walaka PHDI Bali, termasuk Sekretaris PHDI Bali Pudu Wirata Dwikora yang memimpin diskusi serapan masukan, menguraikan ucapan organisasi keagamaan non-Hindu yang memilih tidak terjun ke sektor pertambangan yang membuka peluang. Beliau juga merupakan anggota dari Pemerintah, Jaringan Gereja PhDI Wayan Sudhirtha Centre.

Wayan Sudirta, anggota PhDI Pusat Walaka Sabha yang juga anggota Komisi III DPR RI, secara gamblang menjelaskan bahwa data dan fakta mengenai persoalan pertambangan sangat “berat” persaingannya.

Ia mencontohkan sebuah kelompok pertambangan yang terkesan kuat, memiliki beberapa jet pribadi, namun berakhir di penjara karena konflik dengan investor pertambangan yang lebih berkuasa.

Padahal Sudheertha mengaku telah menasehati Sangh agar berdamai dengan Sangh yang katanya lebih kuat.

Dia mengatakan hal ini untuk menggambarkan sektor pertambangan sebagai sektor yang keras dan brutal.

Sebenarnya, belum lagi lahan bekas tambang terbengkalai begitu saja. Meski perlu diulang.

Dikatakannya, di Bangka-Belitung, Kejaksaan Agung memperkirakan nilai kerusakan lingkungan hidup mencapai Rp300 triliun.

Sudheertha juga menyinggung perilaku Wakil Jaksa Khusus Reserse Khusus Denses yang menggambarkan intensnya ‘perjuangan’ di sektor pertambangan.

Wayan Sudheertha meminta Ph.D.I. tidak terjun ke bisnis pertambangan.

Sedangkan usaha di bidang jasa, termasuk PhD yang bergerak di bidang penerbitan buku atau jasa seperti rumah sakit, memiliki PT Maabhakti, tidak menjadi masalah.

Namun Wayan Sudhirta mewaspadai untuk memasuki sektor pertambangan yang peluangnya terbuka melalui peraturan pemerintah saat ini.

Selain adanya keinginan kuat untuk mendesak para PhD agar tidak memanfaatkan peluang bisnis di sektor pertambangan, ada saran untuk mendengar lebih jelas dan tegas dari pemerintah.

Namun, tidak ada keinginan langsung untuk merekomendasikan gelar PhD untuk memasuki bisnis di sektor pertambangan.

Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak mengaku mengapresiasi berbagai masukan dan pandangan yang disampaikan unsur PHDI, Pesemetonan, Karang Taruna Hindu KMHDI, PERADAH, PANBTK dan Pasemetonan.

Di akhir konsultasi, dibentuk tim kompilasi yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris PhDI Bali, Paruman Valaka dari PhDI Bali, KMHDI dan Perada. membuat Keputusannya

Posisi inilah yang akan diajukan sebagai proposal kepada Ph.D.I.

Bali Pudu Virata Dwikora, Sekretaris PHDI, untuk menyerap masukan dan saran, awalnya memaparkan beberapa sambutan, termasuk sikap ormas lain yang memilih tidak terjun ke bisnis pertambangan meski diberi kesempatan khusus. Lakukan itu.

Ada pula yang menjaga moral lembaganya sebagai pengayom rakyat, termasuk yang mengadu ke Dewan Perlindungan dan Advokasi karena merasa menjadi korban eksploitasi pertambangan.

Ada yang mengaku tidak berkualitas dan khawatir akan konflik dengan masyarakat adat yang menguasai lahan yang bisa dieksploitasi untuk pertambangan.

Putu menambahkan, resume tim penyusun yang telah mempertimbangkan berbagai masukan dari peserta rapat, nantinya akan dijadikan dasar bagi PHDI Bali untuk memutuskan rekomendasi dan masukan kepada PHDI pusat di WIUPK, sesuai permintaan PHDI Bali. Tengah. Ph.D.

“Sebagai pelindung rakyat, tugas kami di PhDI Bali adalah menentukan sikap mana yang paling mewakili aspirasi mayoritas dengan alasan, data, dan argumentasi yang disampaikan,” kata Putu. Wirata. Dwikora (Jam/JPNN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *