saranginews.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta mediator hubungan kerja (MHI) lebih menekankan upaya preventif atau pencegahan agar perselisihan hubungan kerja tidak timbul.
Ia berharap cara ini dapat membantu menjaga ketenangan pikiran dan kelangsungan usaha.
BACA JUGA: Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan 3 aturan tentang pembangunan sistem informasi pasar kerja
Hal itu disampaikannya saat membuka Lokakarya Nasional Peningkatan Kinerja Mediator Hubungan Industrial Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (26/6).
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan MHI dapat melakukan tindakan preventif seperti edukasi, penyuluhan, pembinaan, pendampingan, dan pemetaan risiko.
BACA JUGA: Menteri Ketenagakerjaan Ida menyebut instruktur adalah urat nadi tenaga kerja yang kompetitif
Dalam hal upaya preventif, MHI harus proaktif dan responsif dengan menganalisis dan menganalisis situasi ketenagakerjaan di wilayah atau wilayahnya.
Ia mengingatkan, jauh lebih penting menyiapkan payung sebelum hujan.
BACA JUGA: Bravo! Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengapresiasi kerja para mediator hubungan kerja
“Tidak peduli hujan atau tidak bapak ibu payung bisa ditutup kembali, tapi kalau hujan apalagi saat badai kita sudah ada perlindungan karena menggunakan payung. Jadi payung yang saya sebutkan tadi adalah pendidikan, konsultasi, pembinaan, pendampingan. “Ini sangat dibutuhkan,” jelas Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Menurutnya, jika para mediator hubungan kerja bisa melakukan upaya preventif dengan baik, maka bisa disebut MHI efektif karena upaya yang dilakukan bisa berdampak pada kinerja lembaga tersebut, bahkan di tingkat nasional.
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seorang mediator dalam jangka waktu tertentu dalam mencapai standar hasil, tujuan atau kriteria yang ditetapkan oleh lembaganya, yang dicapai dalam bentuk pencegahan dan penyelesaian perselisihan perburuhan.
Disebutkannya, setidaknya ada 5 indikator terkait kerja seorang mediator, yakni kualitas hasil kerja, efisiensi kerja, kerjasama, disiplin kerja, dan inovasi.
“Kelima indikator tersebut tidak hanya mengacu pada produk, tetapi juga pada hasil yang tidak lagi berdasarkan pada produk, tetapi pada tindakan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, hasil tersebut dapat dicapai jika setiap mediator terus mengasah atau meningkatkan kompetensinya, baik teknis, manajerial, maupun sosial budaya.
Hal ini mencakup peningkatan soft skill seperti komunikasi, negosiasi dan pemecahan masalah.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menambahkan, peran mediator tidak hanya menyelesaikan perselisihan hubungan perburuhan saja, namun juga bertugas memberikan pembinaan dan pembinaan hubungan perburuhan.
“Dalam konteks ini, kami memang mengutamakan perselisihan hubungan kerja yang bisa dicegah sedini mungkin,” jelas Dirjen Perempuan. (mrk/jpnn)