Industri Penerbangan Non-Airline Akan Melesat Hingga 300 Persen

saranginews.com, Jakarta – Pelaku industri penerbangan non-maskapai yakin masih bisa tumbuh eksponensial hingga 300 persen.

Dengan laju pertumbuhan tersebut, perekonomian nasional akan semakin membaik sehingga impian Indonesia Emas pada tahun 2045 semakin dekat.

Baca juga: Seri iPhone 15 Pro dibuat menggunakan logam terbaik dari industri penerbangan

Harapan bisa mencapai 300 persen juga menjadi keyakinan, karena permintaannya sebenarnya sangat tinggi. Saya tidak melebih-lebihkan, kata Direktur Penerbangan Indonesia Zipa Narendra Aripin pada forum Asian Sky: Business Aviation 2024 di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (26/6).

Ia menjelaskan, industri di Indonesia sangat bergantung pada tiga bidang, mulai dari pengolahan sumber daya alam (SDA), manufaktur, hingga pariwisata.

Baca juga: Strategi Industri Peralatan Rumah Tangga Hadapi Produk China

Menurut Ziva, ketiganya sangat membutuhkan kereta udara.

“Dan tidak bisa hanya melayani maskapai berjadwal saja,” ujarnya.

Baca juga: Gandeng Airnav, Pelita Air Tingkatkan Layanan Penerbangan di Bandara Pondok Cabe

Sifat geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.000 pulau menjadi alasannya.

“Di sinilah penerbangan swasta, penerbangan charter, atau penerbangan korporasi akan menjadi tulang punggung,” kata Ziva.

Namun, ia mengingatkan, keyakinan bahwa kita bisa mencapai pertumbuhan eksponensial hingga 300 persen hanya bisa tercapai jika ada dukungan pemerintah.

“Harus kita akui masih banyak tembok regulasi, mulai dari persoalan fiskal hingga persoalan terkait fasilitas bandara. Kita butuh fleksibilitas, kata Ziva.

Ia kemudian mencontohkan perizinan bandara. Bandara Salter Singapura, yang terkenal dengan lalu lintasnya yang tinggi, dapat lepas landas dalam waktu 3 jam.

Sedangkan di sini bisa memakan waktu hingga 48 jam untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perhubungan dan TNI AU.

“Itu dari hari ke hari dan di setiap bandara lho,” jelasnya sambil membandingkan.

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Teknik Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga mengamini bahwa industri penerbangan di Indonesia mempunyai potensi besar untuk terus tumbuh dan berkembang. .

Namun, ia juga menyadari tantangan dan kendala yang dihadapinya tidak sedikit.

Berbeda dengan pelaku industri yang lebih fokus pada faktor eksternal. Misalnya saja bagaimana dengan pelemahan rupee yang terjadi saat ini.

“Dampaknya kenaikan biaya bahan bakar avtur, pasti menyulitkan industri penerbangan, karena pembiayaan komponen ini mencapai sekitar 40 persen dari total pembiayaan,” ujarnya.

Sky Asia Forum yang diadakan kedua kalinya di Malaysia pada tahun lalu merupakan forum yang mengikutsertakan pelaku industri non-penerbangan.

Tak hanya Asia, banyak industri penerbangan Eropa juga turut terlibat aktif. Misalnya Dassault (Prancis) atau Bombardier (Kanada). Di Jakarta, forum kali ini akan berlangsung selama dua hari hingga Kamis (27/6).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *