Wakil Indonesia, Maria Anita Beraudiensi dengan Paus Fransiskus, Angkat Pernikahan Beda Agama

saranginews.com, JAKARTA – Maria Anita, mahasiswi magister psikologi USD yang mewakili Indonesia, melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program “Membangun Jembatan Lintas Asia-Pasifik”.

Diprakarsai oleh Loyola University Chicago, program ini memungkinkan Paus Fransiskus bertemu secara online dengan mahasiswa dari negara-negara Asia-Pasifik untuk membahas kaum muda dan tantangan yang dihadapi Gereja di dunia saat ini.

Baca Juga: Paus Fransiskus Sebut Israel dan Palestina Sama-sama Bersalah

Dialog ini pertama kali diprakarsai oleh Universitas Loyola di Chicago sebagai tanggapan atas seruan sinode Paus kepada Knesset pada tahun 2022 untuk mempromosikan dialog antarbudaya dan antaragama. 

Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia berkesempatan berkomunikasi dengan Bapa Suci. 

Baca Juga: Megawati Berikan Kain Batik ke Paus Fransiskus, Masuk Akal

Paus juga menyambut baik partisipasi mahasiswa asal Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini yang akan berkunjung pada bulan September ini. 

Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus memakan waktu satu bulan. Indonesia berada di wilayah yang sama dengan Timor Selatan dan Singapura. Daerah ini diwakili oleh dua mahasiswa Maria Anita (Magister Psikologi USD) dan Helen Vince Rivka Oro (Mekatronik ATMI Surakarta). 

Baca Juga: MJP kecam pengadilan karena sahkan pernikahan beda agama

Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing oleh fasilitator Indonesia yaitu Romo Heri Setyawan, SJ (Guru Sejarah Universitas Sanatha Dharma) dan Romo Lucianus Suharjanto, SJ (Guru Bahasa Inggris USD).

Dalam pertemuan dengan Paus Fransiskus pada Kamis (20/6), Maria Anita mengangkat isu hubungan antaragama dan kesehatan mental yang semakin marak di Indonesia.

Generasi muda di Indonesia dihadapkan pada dilema antara hubungan antaragama, meninggalkan gereja atau memulai sebuah keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda.

“Kepemimpinan gereja diperlukan untuk membentuk iman sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks lintas agama dan agama,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (24/6). 

Selain itu, Maria juga menyinggung permasalahan mental generasi muda. Ia menanyakan bagaimana gereja dapat menyikapi dan mendukung generasi muda untuk menjaga kesehatan mental dan fisiknya.

Masalah kesehatan mental merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku generasi muda. Hal ini berkaitan dengan masalah komunikasi dan keuangan dalam keluarga. 

“Keduanya berdampak besar terhadap kehidupan generasi muda, terutama dalam akses terhadap pendidikan dan fasilitas kesehatan yang layak,” ujarnya.

Paus Fransiskus menanggapi dengan hangat, menyadari betapa sulitnya bagi kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan menjadi bagian dalam masyarakat.

Bapa Suci mendorong generasi muda untuk tetap beriman dan berdoa dengan hati.

Dengan melakukan hal tersebut, kata Paus, dia membantu dialog antaragama dan memungkinkan kaum muda Katolik untuk selalu berinteraksi secara efektif dengan orang lain.

Dalam pidatonya yang mendalam kepada para pelajar di kawasan Asia-Pasifik, Paus Fransiskus menekankan pentingnya mempertahankan iman yang kuat meskipun ada tekanan lingkungan, serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. 

Paus menekankan masalah identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi dan stigma sosial yang menghambat inklusi, menekankan bahwa perempuan memiliki peran khusus dan tidak boleh diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

Paus Fransiskus juga membahas pentingnya pendidikan komprehensif dan mendorong kaum muda Katolik untuk tetap teguh dalam iman mereka melalui doa. Menyerukan semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang serta membangun keharmonisan dan dialog antar budaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian. (esy/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *