saranginews.com, Bandung – Skandal di Bandung, Jawa Barat lolosnya Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Sebanyak 31 calon peserta didik (CPD) yang terdaftar di SMAN 3 dan SMAN 5 Bandung tidak memenuhi syarat untuk diwisuda.
Rinciannya SMAN 3 Bandung memiliki 25 siswa dan SMAN 5 Bandung memiliki enam siswa.
Baca Juga: Pemerintah Daerah Diminta Bentuk Satgas PPDB
Tim sidak lapangan menemukan 31 siswa dan orang tuanya tidak berdomisili di alamat tempat tinggal yang tertera di KTP, sehingga melanggar Pergub 09/2024.
Kesimpulan berdasarkan perintah Gubernur yang dikukuhkan dengan surat pertanggungjawaban penuh tanggal 13 Juni 2024 T/237/LM.21-12/VI/2024 No. T/237/LM.21-12/VI/24, selesai . saran. Pasca pelaksanaan PPDB Jabar Tahap 1, rapat dewan fakultas akan memutuskan pencabutan status pengakuan CPD tersebut.
Baca Juga: PPDB 2024: Pejabat dan Konsultan Disdik Kota Semarang Ungkap Ingin Serahkan Anak
Kuota zonasi yang terkena perubahan status PPDB Tahap 1 atau CPD dialokasikan pada suatu lintasan untuk mendapatkan Rapor PPDB Tahap 2.
Ketua Eksekutif (Pj) Jabar Bay Machmuddin mengatakan partainya sangat serius menerapkan aturan PPDB 2024. Keputusan salah satu pihak dapat ditolak, meskipun dinyatakan demikian, meskipun terbukti sebaliknya.
Baca Juga: Forpi aduan masyarakat saat mengawasi proses PPDB di Jogja
“Kami serius dengan PPDB ini. Meski wisuda sudah kami umumkan, tapi bisa dibatalkan jika terbukti ada pelanggaran, misalnya pelanggaran kependudukan. untuk membatalkannya. Saya tidak tinggal di sana,” kata Bay Bandung Kota, Senin (24/6) dalam pertemuan di kantor Korut di Jawa Barat.
Pasca pembatalan wisuda ini, Dinas Pendidikan (DISDIC) akan bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISDUKKAPIL) untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.
Masyarakat juga diminta untuk mengikuti aturan PPDB terkait dan tidak mencoba mengelak.
“Pasti pembatalan dulu. Setelah itu kita akan bekerja sama dengan Didukkapil untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi. Masyarakat jangan tertipu kecuali mereka tinggal di sana. Lakukan KK di sana,” ujarnya.
Aturan zonasi menyebutkan jarak sekolah ke rumah diukur dalam garis lurus.
Oleh karena itu, jalur dari rumah ke sekolah sebaiknya melalui bundaran, namun dianggap dekat karena ditarik garis lurus.
“Ada orang tua yang menganggap rumahnya dekat, tapi ada juga yang lebih dekat. Kita memperhitungkan aturan zonasi, dan tidak memperhitungkan pergantian sekolah ke rumah, padahal rumahnya dekat. satu sama lain ditarik garis lurus karena dekat karena tidak beraspal berbelok, ”jelasnya.
Bey mengatakan, dirinya akan melapor ke Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pengambil kebijakan sistem zonasi menyikapi pelanggaran PPDB residensi di sekolah favoritnya.
Tujuan sistem zonasi adalah untuk pemerataan sekolah dan perubahan pola sekolah istimewa.
“Karena sistem zonasi itu keputusan pemerintah pusat, maka semuanya akan kami laporkan ke Kemendikbud. Sebenarnya zonasi itu untuk pemerataan sekolah, tapi sepertinya model sekolah yang disukai masih ada, jadi orang tua masih ingin anaknya bersekolah di sekolah favoritnya,” ujarnya (mcr27 /jpnn).