Setelah Kena DBD Orang jadi Kebal? Cermati Penjelasan Dokter Spesialis

saranginews.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 131.501 kasus demam berdarah dan 799 kematian hingga minggu ke-23 tahun 2024.

Jumlah kasus tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah kasus DBD pada tahun 2023 yaitu sebanyak 114.720 kasus dan mendekati jumlah kematian pada tahun 2023 yaitu sebanyak 894 kasus.

BACA JUGA: Kasus DBD Masih Tinggi, Kader Jumantik dan PKK Butuh Perlindungan Kerja BPJS

“Sampai saat ini pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah di Indonesia terfokus pada pengendalian vektor yang mencakup partisipasi aktif masyarakat,” kata Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktur Pencegahan Epidemi Penyakit. akuisisi dan pengendalian. Dr. Imran Pambudi, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta (IDAI JAYA) bersama PT Takeda Innovative Medicines Indonesia Dengue Media Briefing Conference 2024, Minggu (23/6).

Imran mengatakan, sejak tahun 1980-an, pemerintah terus menerapkan Gerakan 3M Plus dan kemudian Gerakan Rumah 1 Jumantik (G1R1J).

BACA JUGA: Perubahan Wabah Demam Berdarah di Solo Turun

Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan memperkenalkan teknologi nyamuk Wolbachia sebagai bagian tambahan dari program yang sudah ada. 

Terlepas dari segala upaya yang dilakukan, angka kejadian demam berdarah di Indonesia terus meningkat secara signifikan.

BACA JUGA: Kasus DBD Meningkat, Tindakan Pencegahan Jadi Alternatif

Pendekatan baru diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. 

Untuk itu, Kementerian Kesehatan terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta, dan mendukung metode vaksinasi baru, ujarnya. 

Ketua Kelompok Penasihat Teknis Imunisasi Indonesia (ITAGI) Prof. Dr. Dr. Shri Rezeki Khadinegoro, Sp.A(K) menjelaskan penyakit demam berdarah atau biasa dikenal dengan DBD bisa menyerang siapa saja tanpa memandang usia.

Di negara atau wilayah dimana demam berdarah merajalela, anak-anak dan remaja adalah kelompok yang paling terkena dampaknya, dengan angka kematian yang tinggi pada anak-anak. 

Sayangnya, masih banyak kesalahpahaman mengenai demam berdarah di masyarakat, dan mereka menganggap penyakit ini tidak berbahaya. 

“Masih banyak masyarakat yang beranggapan kalau terkena DBD maka aman dan kebal. Tapi tidak demikian,” ujarnya.

Masyarakat harus memahami bahwa ada empat jenis virus demam berdarah.

Yero adalah orang yang melakukan apa yang dia lakukan.

“Infeksi sekunder dan selanjutnya bisa sangat berbahaya, bahkan berakibat fatal,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta, Prof. Dr. Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K) menekankan pentingnya pencegahan DBD secara menyeluruh dan komprehensif.

Untuk itu, organisasi profesi, termasuk IDAI, merekomendasikan vaksinasi demam berdarah pada anak usia 6-18 tahun. 

Langkah ini bertujuan tidak hanya untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi demam berdarah, namun juga untuk secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat penyakit ini. 

“Jadi, mari kita lindungi generasi muda kita dari penyakit DBD dengan melakukan vaksinasi bersama.

Andreas Gutknecht, Presiden dan CEO PT Takeda Innovative Medicines, menyatakan komitmen perusahaan untuk memerangi demam berdarah melalui metode komprehensif yang memenuhi tujuan pemerintah yaitu nol kematian akibat demam berdarah pada tahun 2030. 

“Sesuai dengan komitmen ini, kami berupaya untuk membuat vaksin inovatif kami tersedia untuk masyarakat umum melalui kerja sama dengan penyedia layanan kesehatan dan organisasi terkait,” ujarnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LEBIH LANJUT… Ibu Reri menyerukan pencegahan demam berdarah yang efektif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *