Anak Gugat Ortu, Hakim Mengingatkan Pengorbanan Seorang Ibu

saranginews.com – KARAWANG – Majelis hakim Pengadilan Karawang dalam perkara anak yang menuntut harta warisan ibu kandungnya mengingatkan pentingnya pengurangan pendapatan.

Dengan begitu, permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara damai dan tidak bisa diakhiri dengan keputusan pengadilan.

BACA JUGA: Korban Seorang Ibu yang Dicintai Semua Generasi

Sidang dipimpin Ketua Hakim Nelly Andriani bersama Wakil Hakim Dedi Irawan dan Hendra Kusuma Wardana di Karawang, Senin (24/6).

Hakim Nelly melakukan pengorbanan ibu yang mengingatkannya pada Stephanie (pelapor).

Oleh karena itu, ia berpesan agar penulis berdamai dengan ibu kandungnya.

Kabarnya, kedua pihak, termasuk terdakwa Kusumayati dan pelapor Stephanie Sugianto, sebaiknya menyelesaikan masalah tersebut secara damai di luar pengadilan.

Nelly mengatakan, persoalan pelaporan anak terhadap ibunya bermula dari kesalahpahaman yang menyebabkan Stephanie Sugianto melaporkan ibunya, Kusumayati.

Stephanie pertama kali melapor ke Polda Jabar karena diduga memalsukan tanda tangan pada Surat Keterangan Waris (SKW).

Dalam persidangan, Stephanie Sugianto mengaku memang sudah memaafkan ibunya.

Namun, ia melaporkan hal tersebut ke Pengadilan Karawang karena mengetahui ibunya tidak jelas tentang harta bersama selama ayahnya masih hidup.

“Saat saya minta daftar harta milik ayah saya, saya ingin damai. Memang hak anak saya untuk mengetahui harta tersebut, namun ibu saya tidak memberikan daftar itu kepada saya. Lalu apa yang terjadi?” katanya.

Stephanie menegaskan, dirinya tidak berniat menggugat warisan ayahnya.

Ia hanya heran mengapa tanda tangannya dibuat dan mengapa nama istri dan anaknya tidak ada di makam ayahnya.

Sementara itu, sang ibu, Kusumayati, warga Nagasari, Karawang Barat, awalnya mengaku tak menyangka anaknya berani melaporkan hal tersebut dan menggugatnya secara hukum.

Ia mengatakan, hal itu hanya untuk melanjutkan bisnis mendiang suaminya yang juga ayah Stephanie.

“Saya tidak pernah menyangka anak saya akan melakukan ini. Meskipun kami melakukan ini demi kebaikan semua orang, dia meminta keajaiban sehingga dia tidak mampu membayar harganya.”

Kusumayati menuturkan, sebagai orang tua ia juga ingin menjalin hubungan baik dengan seluruh anaknya, namun niat baik tersebut rupanya bertolak belakang dengan Stephanie.

Sementara itu, kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati mengatakan, permasalahan antara ibu dan anak tersebut bermula setelah suaminya Sugianto meninggal pada tahun 2013.

“Kasus ini bermula ketika istri klien kami, istri Kusumayati, meninggal dunia pada Februari 2013,” ujarnya.

Kebetulan saat berkeluarga, Kusumayati dan suaminya Sugianto mendirikan usaha.

Namun menurut ketentuan hukum, karena pemegang saham meninggal dunia maka pemegang saham tersebut terpaksa berganti.

Namun, karena Stephanie berada dalam hubungan yang tidak berfungsi, sulit untuk menghubunginya, sehingga Kusumayati membuat poster perusahaan tanpa nama.

Sebelum kematian ayahnya, hubungan Stephanie dan ibunya Kusumayati tidak baik.

Ia dan istrinya bahkan tinggal di Surabaya, Jawa Timur dan sulit menghubungi Kusumayati.

Situasi ini membuat Kusumayati kesulitan untuk membuat surat kepemilikan saham dan surat keterangan waris (SKW) perusahaan.

“Karena harus segera melaporkan sertifikat kepemilikannya, agar roda perusahaan tetap berjalan, maka klien kami, istri Kusumayati, dihimbau untuk tidak menyebut namanya (Stephanie), begitu pula SKW, klien kami.” stafnya. mendatangi wartawan di Surabaya, “Sepertinya tanpa sepengetahuan Kusumayati, tanda tangan SKW bisa diterima, sehingga Stephanie melaporkan ibu kandungnya atas tindakan tersebut,” ujarnya.

Ika juga mengatakan, apapun yang dilakukan Kusumayati tidak merampas hak Stephanie sebagai anak, maupun harta warisan suaminya, Sugiono.

“Iya, Stephanie juga perlu melihat surat warisan dan dokumen pemegang saham, namun karena itu hubungan klien kami dengan penulis sudah lama renggang, padahal klien kami melakukan hal tersebut tanpa hak penulis sebagai mengurangi harta warisan dan anak,” ujarnya.

Oleh karena itu, mahasiswa tersebut melapor ke Kusumayati dengan tuduhan membuat buku palsu. Sesuai pasal 266 ayat (1) hukum pidana, ancamannya maksimal tujuh tahun penjara.

Ika mengatakan, sejak awal laporan, dirinya dan tim kuasa hukumnya sudah berupaya melakukan negosiasi gugatan hukum tersebut, karena sangat berdampak pada hubungan keluarga, ibu, dan anak.

“Sebenarnya kami sudah berdiskusi dengan kuasa hukum pelapor sekaligus ibunda Stephanie, keadaan ini terjadi sejak awal laporan ke Polda Jabar, namun mereka berkali-kali menolak. Jaksa bukan karena klien kami harus membayar sejumlah uang. uang berikan dia harta yang dia minta,” kata Ika. (Antara/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *