Wujudkan Ketahanan Pangan, Bulog Menjamin Rantai Pasok Beras

saranginews.com, JAKARTA – Ekonom dan pencipta teori keunggulan komparatif, David Ricardo, dalam bukunya Prinsip Ekonomi Politik dan Perpajakan, mengatakan negara harus fokus memproduksi barang yang memiliki biaya peluang lebih rendah dibandingkan negara lain.

Dengan berfokus pada produksi barang yang memiliki keunggulan komparatif, negara dapat meningkatkan efisiensi, margin keuntungan, dan mencapai keuntungan material yang lebih besar.

BACA JUGA: Begini Penjelasan Bos Bapanas Arief Prasetyo Adi soal Keterlambatan Beras Bulog

Pemerintah melalui Perum Bulog akan mulai menerapkan hal tersebut seiring dengan penjajakan kerja sama ekonomi dan investasi pangan dengan Kamboja.

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, hal ini tidak hanya sekedar memperluas jangkauan geografis, namun juga mendapatkan keunggulan kompetitif dalam hal pasokan sehingga ketahanan pangan dapat terwujud.

BACA JUGA: Bulog: Persediaan beras Papua bertahan hingga 7 bulan

“Kami siap menjalankan tugas tersebut, termasuk komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan bisnis beras di Kamboja,” kata Bayu dalam keterangannya, Sabtu (22/6).

Menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang terpercaya merupakan salah satu visi transformasional Perum BULOG yang baru saja diluncurkan. Dengan pengalaman selama 57 tahun di bidang distribusi pangan, Perum Bulog merupakan pemimpin dalam rantai pasok pangan, khususnya beras, di Indonesia.

BACA JUGA: Bahas alur logistik, kepabeanan dan cukai untuk perkuat sinergi dengan Perum Bulog dan Strategi Nasional KP

Namun Perum Bulog kerap terdampak oleh berbagai persoalan, antara lain persoalan impor, kerja sama ekonomi, dan investasi pangan. Sebab, masyarakat masih membutuhkan edukasi dan informasi yang memadai mengenai rantai pasok pangan.

Termasuk mekanisme impor dan ekspor yang memuat istilah shippment dan stay yang saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan pengambil kebijakan pangan.

Pakar pangan Indonesia Tito Pranolo mengatakan, sebenarnya pemberhentian dan pengangkutan merupakan hal yang lumrah terjadi saat menangani barang impor.

Holding adalah penalti atas keterlambatan bongkar, sedangkan pengiriman adalah bonus karena barang lebih cepat dibongkar.

“Jadi pembahasan sikap belum lengkap kalau tidak membahas sikap juga. Sebab, keduanya tentunya juga dialami oleh Perum BULOG sebagai operator pelaksana yang mendapat amanah impor beras dari pemerintah dan selama ini tidak pernah membebani masyarakat. kata Tito Pranolo.

Tito menambahkan, banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya sikap. Termasuk keterlambatan pengiriman barang oleh pemasok dan kondisi cuaca.

Melalui berbagai upaya yang dilakukan, Perum BULOG memastikan dan memastikan rantai pasok pangan tetap terjaga demi ketahanan pangan nasional.

“Kami juga senantiasa meningkatkan pelayanan agar dapat berkontribusi lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, yang tentunya sejalan dengan empat visi transformasi kami,” pungkas Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum. BULOG. (ega/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *