saranginews.com – JAKARTA – DPR RI Kamran Muktar Podomi, Anggota Komisi II, berpandangan kontrak kerja atau pengangkatan tenaga honorer di PPPK bisa selesai pada Desember 2024.
Menurut politisi Partai Nasdem, ada banyak persoalan seputar rencana pengangkatan pengurus PPPK.
Baca Juga: Udara dari Senayan, Raih Penghargaan Non Basis Data BKN
“Bicara PPPK banyak permasalahannya,” kata Kamran saat Rapat Opini Masyarakat (RDPU) di DPRD DKI Jakarta, Senayan, Rabu (19/6), diselingi beberapa rapat kehormatan.
Hadir dalam RDPU antara lain Forum Jaringan Profesi dan Pasien Kesehatan (FHKN), Ikatan Perawat Nasional (AHN), Persatuan Lingkungan Hidup Indonesia, dan Ikatan Nusantara.
Baca Juga: Proyek Rumah Kedua Sebutan Terhormat PPPK, Database BKN Ba Diluncurkan, Oh
Rapat pembahasan pengangkatan anggota senior di PPPK ini digelar di bawah kepemimpinan Wakil Presiden IIDPR RI Junimert Girsang.
Di RDPU, Kamran angkat bicara soal masalah pendataan honorarium. Database BKN hanya memuat pegawai honorer, namun menurutnya database tersebut diwarnai manipulasi.
Baca Juga: Seluruh Penerima Beasiswa Bisa Mendaftar Seleksi PPPK 2024, Ada Konfirmasinya
Akibatnya, beberapa tokoh yang sudah lama bekerja tidak masuk dalam database BKN, sehingga peluang untuk mengangkatnya ke PPPK menjadi tertutup.
Kamran mengatakan, “Ada konspirasi yang menyebabkan para pedagang pasar tiba-tiba menjadi PPPK.”
Sebelumnya pada Rabu (12/6) di Senayan, Kamran lantang menyuarakan persoalan tersebut saat rapat kerja Komisi II DPR RI dan rapat dengar pendapat dengan KMENPAN-RB, BKN, dan Komisi Pelayanan Publik Negara (KASN).
Saat itu pihak pengelola mengatakan bisa menghapus informasi pegawai yang sudah lama bekerja dan merekrut pegawai baru.
“Operator sangat penting. Dia bisa menggantikan Dapodic, ada orang baru yang bisa menggantikannya,” kata Kamran.
Ia mengatakan, kecurangan seperti ini bisa terjadi karena peran pemerintah daerah.
Saat itu, kata Kamran, ada seorang pedagang di pasar yang tidak pernah menjadi pekerja terhormat, tiba-tiba diangkat menjadi ASN.
“Orang-orang yang berjualan di pasar, yang tidak pernah mendapat pengakuan, tiba-tiba menjadi pekerja, karena ada tingkat (kecepatan dan) kewenangannya. Jangan sampai hal ini terjadi lagi,” kata anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow, mantan anggota DPRD. .
Oleh karena itu, dalam RDPU Rabu kemarin, Kamran kembali memberikan klarifikasi soal pemungutan honorer.
Ia mengatakan akan mengubah informasi tempat terhormat tersebut sesuai dengan kepentingan tingkat lokal.
“Jumlah pekerja semakin bertambah, jumlah pekerja semakin meningkat jelang pilkada provinsi,” ujarnya.
“Rumit pak. Katanya, ‘Sampai pemerintah menciptakan lapangan kerja, masalah ini tidak akan terselesaikan.’
Bahkan, Kamran secara terbuka menyatakan tidak akan setuju pembatalan acara penghargaan hingga batas waktu Desember 2024.
Jika alasannya belum jelas, masalah rasa hormat akan sulit diselesaikan. Padahal, menurut Kamran, kehadiran tempat-tempat terhormat masih sangat dibutuhkan.
Ia mengatakan di beberapa tempat kinerja PNS lebih baik dibandingkan PNS.
“Semua PNS tidak bisa bekerja, pegawai terhormat bekerja,” kata Kamran.
Pernyataan Kamran juga diamini oleh Guspardi Gaus, rekannya di Komisi 2 DPR.
Dalam RDPU tersebut, Guspardi Gaus mengatakan ada dua proyek daerah (PR) yang diselesaikan pemerintah terkait pengangkatan pegawai non-ASN atau pejabat tinggi di PPPK.
Pertama, bagaimana pemerintah memenuhi pertemuan 2,3 juta orang yang akan diangkat menjadi PPPK pada Desember 2024.
Kedua, mencari cara untuk mengatasi permasalahan identitas yang tidak tercatat di database BKN.
Bagaimana dengan orang (hormat, red.) yang sudah bekerja 10 tahun, beberapa tahun, 20 tahun, tapi tidak masuk dalam data terkini (BKN), kata Guspardi.
Guspardi menuding sejumlah pejabat yang tidak masuk dalam database BKN melakukan perlakuan tidak adil.
Menurutnya, ada pemerintah daerah yang tidak patriotik dan sengaja memblokir akses informasi BKN kepada oknum tertentu.
“Bahkan orang yang sudah bekerja selama 5 tahun berturut-turut tidak masuk dalam database BKN,” kata Guspardi seraya menambahkan, jumlah pekerja yang tidak masuk dalam database BKN sekitar tiga juta orang.
Dengan fakta di atas, Guspardi meminta pemerintah mengangkat pejabat tinggi yang tidak masuk database BKN untuk menjadi PPPK.
“Pasti targetnya 2,3 juta, yang informasinya sudah diupdate,” kata Guspardi. (sam/jpnn)