saranginews.com – JAKARTA – Penahanan merupakan hal biasa dalam kegiatan impor dan ekspor, kata Arif Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS/NFA).
Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan bongkar muat merupakan hal yang lumrah sehingga dapat dipertimbangkan secara business-to-business (B2B).
Baca juga: Bulog: Beras di Papua Bisa Disimpan Hingga 7 Bulan
“Soal tunggakan tunggakan, jawaban yang paling tepat adalah Pak Bulogin, Ketua Direksi, karena perhitungan tunggakan tunggakan belum selesai, termasuk pelayaran dan asuransi, hal yang lumrah untuk impor dan ekspor. . Jadi ketika orang mengekspor. atau impor, mungkin karena hujan atau apa, tidak bisa dibongkar,” kata Pak Arif, Kamis (20 Juni).
Arif Prasetyo Adi kembali menegaskan pihak yang memberikan Bulog jabatan Badan Pangan Nasional.
Baca juga: Ayah-Bunda, Pegiat Pangan Salurkan Bantuan Rp 428 Juta ke Umat Beragama
“Penundaan adalah hal yang lumrah,” kata Arif. Masih harus dilihat apakah itu karena hujan atau bukan. Itu normal dalam operasi bisnis normal.”
Jadi, berdasarkan hasil rapat terbatas itu, Badan Pangan Nasional melimpahkan tugas ke Bulog. Kemudian Bulog melakukan B2B. Bulog memesan, mengimpor, dan menyalurkan. Itu murni impor. Makanya saat rapat Komite IV, saya undang direktur eksekutif menjadi “Bulog direktur yang paling tahu”. Kata Bulog untuk menjelaskan alasannya.
Baca juga: Bapanas Gandeng IPB untuk Bimbingan Teknis Pemantauan Keamanan Pangan Segar
Arief juga memastikan total persediaan beras yang ditangani Bulog aman dan lengkap. Arif meyakini total 1,7 juta ton saat ini akan terus bertambah berkat serapan produksi dalam negeri dan segala intervensi pemerintah terhadap masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
“Hingga pertengahan Juni ini, Bulog terus menyerap produksi dalam negeri hingga mencapai total 700 ribu ton. Hal tersebut dilakukan Bulog melalui berbagai program unggulan, yaitu Program Penerimaan Gabah, Program Kemitraan Petani, dan Program McMoore. sedang fokus meningkatkan cadangan khususnya beras untuk cadangan sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah),” ujarnya.
Sementara itu, Bayu Krishnamurthy, Manajer Utama Perum Bulogin, menjelaskan biaya demurrage merupakan biaya yang timbul akibat keterlambatan bongkar muat di pelabuhan.
“Biasa saja, misalnya yang diharapkan 5 hari (bongkar) adalah 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena pelabuhannya penuh,” ujarnya.
“Biaya penyimpanan merupakan bagian dari biaya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan impor dan ekspor. Masih dihitung berapa besarannya, karena ada pembahasan, misalnya asuransi apa yang bisa ditanggung dan apa risikonya, siapa yang bertanggung jawab dalam pengangkutan dan apa. Dapat dikatakan hal tersebut merupakan akibat yang tidak dapat dihindari dari kegiatan impor dan ekspor.
“Biaya penyimpanannya selalu kita usahakan seminimal mungkin. Biaya penyimpanannya masih kita hitung dan masih negosiasi. Jadi, angka akhirnya belum disepakati tapi perkiraannya dibandingkan dengan harga. Nilai produk impor, Insya Allah , tidak lebih dari 3%,” imbuh Bayu. (*/jpnn)