saranginews.com – Jakarta – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Publik dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menggelar rapat pembahasan rancangan PP manajemen ASN di Batavia pada Kamis (20/6).
Rapat akan dipimpin oleh Plt. Abdul Hakim, Deputi Sumber Daya Manusia Perangkat Kementerian PANRB, beserta Tim Reformasi Birokrasi Independen Nasional (TIRBN), akademisi dan Komite Reformasi Birokrasi Nasional.
BACA JUGA: Wakil Rakyat Blunt Soal Soal PPPK Hormati, Rumit Pak!
Rapat tersebut bertujuan untuk menjaring masukan dan tanggapan dari berbagai pemangku kepentingan dalam rangka pencermatan publik terhadap rancangan PP Manajemen ASN.
Sekretaris Kementerian PANRB Reini Vidyantini, Presiden TIRBN Soni Sumarson dan anggota TIRBN yaitu Eva Sundari, Budi Setiyono dan Wila Supriadi saat berdiskusi secara daring dan luring.
Dan aturannya: supaya DPR bisa bayar honor BKN, bukan database PPPK, ke semua.
Hadir pula dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah A. Bakir Ihsan. Turut hadir Sekretaris Eksekutif Direktur Lembaga Reformasi Birokrasi Nasional Eko Prasojo.
Pertemuan tersebut juga dihadiri Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Badan Tata Usaha Negara (LAN) untuk membahas pengelolaan RPP. Nantinya rancangan PP Manajemen ASN ini akan menjadi respon berbagai pemangku kepentingan untuk memperkaya materi sebagai bagian dari uji tahap inspeksi publik. “RPP Manajemen ASN akan diterbitkan, sehingga produksi PP meningkat,” kata Menteri Abdullah Azwar Anas. PANRB mengutip pendapat resmi KemenPAN-RB. hubungan Masyarakat.
Juga: Semua kehormatan mendaftar PPPK Pemilu 2024, itu konfirmasi
Plt. Abdul Hakim, Deputi Sumber Daya Manusia Peralatan Kementerian PANRB mengatakan, sepuluh poin aturan RPP manajemen ASN sebenarnya ada.
1. Memperkuat prinsip, nilai, etika dan perilaku
2. Jenis dan Lokasi ASN
3. Penguatan budaya kerja dan citra organisasi
4. Saling membantu pos ASN, TNI dan Polri
5. Keselamatan dan pengembangan keterampilan
6. Persyaratan dan rencana pengadaan
7. Penunjukan SER
8. Digitalisasi pengelolaan ASN
9. Manajemen Kinerja
10. Sistem Penghargaan dan Pengakuan.
Hakim menjelaskan, pemerintah telah menyelesaikan serangkaian pembahasan di Panitia Antar Kementerian/Badan Publik Non Kementerian (LPNK) terkait penyusunan RPP Manajemen ASN.
“Selanjutnya pengawasan publik akan dilakukan dengan mengundang pejabat kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan asosiasi daerah/negara,” jelas Hakim.
Presiden TIRBN Soni Sumersono menyoroti digitalisasi lembaga ASN.
Sony menyoroti sejauh mana RPP Manajemen ASN yang baru mampu menyederhanakan atau mengkonsolidasi puluhan ribu lamaran di pusat dan daerah menjadi satu kesatuan.
“Tim sepakat merekomendasikan perlu adanya penyederhanaan berupa integrasi atau sinkronisasi pada sistem SmartASN. Oleh karena itu, digitalisasi dalam konsep pengelolaan SER ini harus kita lakukan dengan bijak,” kata Soni.
Soni mengingatkan, persoalan kehormatan harus disikapi secara cerdas, mengingat peralihan kepemimpinan nasional harus diantisipasi dari segi isi dan konsep manajemen ASN.
Anggota TIRBN Eva Sundari juga mengapresiasi pengorganisasian staf non-ASN, pengakuan menyeluruh dan prioritas, guru-guru terhormat yang telah lama mengabdi.
“Hal serupa juga mohon diperjelas agar penilaian atau penilaian terhadap guru-guru terhormat ini bisa diprioritaskan agar pendidikan tidak menjadi halangan,” kata Eva.
Sama halnya dengan TIRBN, Syarif Hidayatullah A. Bakir Ihsan, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN, juga menegaskan, pengorganisasian non-ASN atau pejabat memerlukan kerja sama dan komitmen semua pihak.
Hal ini untuk memastikan peraturan yang dikeluarkan dapat diterapkan secara efektif di lapangan.
“Yang diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan non-ASN adalah prinsip keharusan, bukan keinginan. Kuncinya terletak pada kemauan politik atau komitmen pemimpin agar organisasi ini bisa berjalan,” kata Baqir.
Sekretaris Eksekutif KPRBN Eko Prasojo menjelaskan, transformasi RPP pengelolaan ASN yang diharapkan dalam pemanfaatan sumber daya bersama akan menjamin mobilitas SDM.
Untuk mencapai transformasi diperlukan keselarasan strategis antara kebijakan nasional, kebijakan korporasi, dan kebijakan SDM.
Jika berbicara mengenai perkembangan digital, maka tempat kerja birokrasi adalah tempat kerja yang digital.
Oleh karena itu, kebutuhan infrastruktur tidak lagi pada perkantoran, melainkan pada ruang digital yang mengurangi struktur sehingga sumber daya dapat dibagi.
“Kita perlu fokus pada bagaimana kita memberikan RPP ini untuk mendorong transformasi sumber daya manusia dalam instrumen yang landasannya adalah platform penyelenggaraan pemerintahan, sehingga mengurangi ego sektoral dan tentu saja mengurangi kebutuhan akan sumber daya manusia. mencapai hasil pembangunan nasional berjalan efektif dan efisien”, jelas Eko.
Perlu diketahui, pembahasan rancangan PP manajemen ASN sudah memasuki tahap akhir.
Kemudian, setelah ada angket publik, konsolidasi selesai, baru bisa diluncurkan PP Manajemen ASN, menunggu jutaan pegawai terhormat. (sam/jpnn)