Jakarta: Pemikir koalisi Sukidi berpendapat bahwa upaya Indonesia untuk melestarikan demokrasi dan konstitusi tidak boleh berkecil hati dengan situasi politik saat ini.
Ia mengajak seluruh pihak yang masih mencintai Indonesia untuk berani bersuara ketika pihak berwenang berbuat salah.
Baca juga: Anak Buah Megawati Sebut Penegak Hukum Saat Ini, Seperti Orde Baru.
Harapan kepada negara harus selalu dijebak. Harapan harus selalu diberikan, kata Sukidi di Jakarta Selatan, Rabu (19/6) saat membahas undang-undang sebagai senjata politik.
Aktivis Muhammadiyah mengatakan, memang ada elite di Indonesia yang bisa memberi contoh dalam menjaga demokrasi dan konstitusi.
Baca Juga: Susul Megawati Hangestri Gemilang, BIN Jakarta Popsivo Polwan ke Final Four Proliga 2024
Ia juga merupakan presiden kelima Republik Indonesia, Prof. Dr (HC) Megawati Soekarnoputri, yang secara historis diakui dan teguh dalam perjuangannya untuk reformasi di Indonesia.
“Seorang perempuan sekaligus warga negara ini bernama Megawati Soekarnoputri. Beliau telah menunjukkan budaya perlawanan terhadap kediktatoran dalam sejarah,” kata Sukidi.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR: Jadikan Pilkada Partai Demokrat untuk Rakyat Indonesia
Ia juga menjelaskan bahwa netralitas dan sikap diam dapat menjadi bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi seiring dengan lingkungan demokrasi di Indonesia yang mendekati kediktatoran.
Menurut Sukidi, masyarakat Indonesia harus selalu bisa mengacu pada sikap Megawati yang menentang segala bentuk kediktatoran.
Sikap netral, diam, sikap sembunyi-sembunyi adalah bagian dari pengkhianatan terhadap cita-cita berdirinya negara dan cita-cita reformasi. Megawati Sukarnoputri bereaksi keras, ujarnya.
“Demokrasi perlu dijaga, perlu diselamatkan dari bahaya kediktatoran. Demikian pula konstitusi perlu diselamatkan dari praktik lelucon konstitusi,” pungkas Sukidi. (mcr8 / jpnn)
Baca selengkapnya… MA PKS ubah batas usia calon presiden daerah: Demokrasi dijajah rezim