Hardjuno Wiwoho Minta Pemerintah Membangun Sistem Pencegahan Korupsi

saranginews.com, JAKARTA – Shri Hardjuno Wiwoho, mahasiswa Program PhD Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, meminta pemerintah menciptakan sistem antikorupsi yang efektif dan melibatkan semua pihak.

Kata Pak Hardjuno Wiwoho pada Selasa (18/60) di Jakarta.

Baca selengkapnya: Fokus pada Kasus Bullying, Hardjuno Wiwoho: Peran Efektif dalam Memerangi Cyberbullying

Menurutnya, masyarakat sipil harus berperan aktif dalam memantau operasional pemerintah, melaporkan korupsi, dan menuntut akuntabilitas pejabat.

Meski korupsi masih menjadi permasalahan yang kompleks di Indonesia, namun menurut Pak Hardjuno, korupsi bukan sekedar keinginan belaka.

Baca Juga: Usut Korupsi, KPK Panggil Direktur Keuangan Asabri Helmi Imam Satriyono

Ia mengatakan banyak negara seperti Denmark, Finlandia, dan Selandia Baru telah berhasil menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan transparan dengan tingkat korupsi yang sangat rendah.

Dr (Kandidat) Shri Hardjuno Wiwoho.

Baca selengkapnya: Advokat mengkritik penggunaan aturan Kementerian LHK untuk menghitung kerugian akibat korupsi.

Untuk itu diperlukan langkah strategis dan terpadu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Menurut dia, korupsi secara sistematis telah menyebar dan menyusup ke seluruh sektor baik di pusat maupun daerah, mengingat ada lembaga administratif, legislatif, dan yudikatif.

Oleh karena itu, korupsi tergolong kejahatan khusus yang berdampak pada seluruh struktur sosial dan ekonomi di semua tingkatan.

“Korupsi telah menjadi penyakit kronis yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” ujarnya.

Ini bukti bahwa aparat kepolisian terus menangkap, mengadili, dan menghukum pelaku korupsi.

Namun yang mengejutkan, hal ini justru tidak berdampak pada peningkatan penipuan. Kerajaan di Indonesia masih mempunyai tingkatan yang tinggi.

“Penipuan ini telah menyebar ke berbagai industri. Ia menekankan bahwa “dampaknya sangat nyata, mulai dari menghambat pembangunan hingga menghancurkan kepercayaan masyarakat dan memperlebar kesenjangan dalam masyarakat.”

Ia menyimpulkan, realitas korupsi di Indonesia masih menggila.

Hal ini tercermin dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang diterbitkan Transparansi Internasional yang menempatkan Indonesia pada peringkat yang kurang memuaskan.

Meskipun ada sedikit peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, nilai rata-rata Indonesia masih jauh dari ideal.

Pada tahun 2023, Indonesia berada pada peringkat 110 dari 180 negara dengan skor 34 (skala 0-100, dimana 0 berarti sangat korup dan 100 berarti bersih).

Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menunjukkan bahwa penyakit korupsi merajalela di Indonesia.

“Setiap tahun terdapat ratusan kasus korupsi yang melibatkan pemangku kepentingan, mulai dari pegawai negeri, politisi, pengusaha, hingga aparat penegak hukum.” “Operasi modular semakin beragam dan canggih, mulai dari penyuapan, pilih kasih, penggelapan dana negara hingga penyalahgunaan kekuasaan”, dia menambahkan.

Selain itu, Pak Hardjuno menegaskan, korupsi bukan sekadar kejahatan ekonomi yang merusak keuangan negara.

Namun dampak yang ditimbulkan lebih luas dan kompleks, mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Korupsi menyebabkan kerugian finansial yang besar, menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan negara menjadi kurang kompetitif.

“Korupsi juga merusak kualitas pelayanan publik, menghambat pembangunan infrastruktur, dan menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa korupsi berdampak serius terhadap ketertiban umum.

Korupsi menyebabkan ketidakadilan, meningkatkan kesenjangan sosial dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga pemerintah.

Faktanya, korupsi juga melemahkan demokrasi, mendistorsi proses pengambilan keputusan, dan menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Diakuinya, pemerintah Indonesia sudah banyak melakukan upaya pemberantasan korupsi.

Namun upaya pemberantasan korupsi masih menghadapi banyak kesulitan dan tantangan.

Salah satu tantangan terbesarnya adalah lemahnya sistem penegakan hukum.

Hal ini terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang terhenti pada tingkat penyidikan atau penuntutan atau tidak disinggung sama sekali karena pengaruh politik atau jaringan mafia.

“Selain itu, budaya korupsi yang sudah mengakar di masyarakat juga menjadi kendala besar dalam pemberantasan korupsi.”

Indonesia tanpa korupsi

Hardjuno yang juga mahasiswa Program Doktor Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga menjelaskan, bebas korupsi bukan hanya sekedar menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan transparan.

Namun tidak adanya korupsi akan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan terhormat.

Ia mengatakan, dengan komitmen, upaya, dan kerja sama seluruh komponen masyarakat, kita bisa melindungi Indonesia dari korupsi.

Selain itu, Pak Hardjuno menyampaikan bahwa Indonesia tanpa korupsi masih menjadi impian di hati seluruh anak bangsa.

“Gagasan masa depan yang bebas korupsi bukan sekadar utopia, namun sebuah keniscayaan yang harus diperjuangkan bersama.” sehingga menciptakan fondasi yang kokoh bagi bangsa.

Selain itu, penerapan hukum yang ketat dan non-diskriminatif merupakan landasan utama pemberantasan korupsi.

Dia menekankan: “Tidak ada tempat bagi orang-orang korup di negara kita, mereka harus bertanggung jawab atas tindakan mereka sebelum ada hukum keadilan.”

Namun semua upaya tersebut akan sia-sia jika paradigma masing-masing tidak diubah. Korupsi bukan hanya masalah sistemis namun juga masalah moral.

“Kita harus berani melawan budaya korupsi yang tertanam di masyarakat. Mulai dari hal kecil seperti menolak memberi atau menerima suap hingga berani melaporkan korupsi yang kita saksikan. Bapak Hardjuno Wiwoho mengatakan: “Dengan tekad dan persatuan, kita bisa membayangkan masa depan Indonesia tanpa korupsi. Masa depan cerah dan penuh harapan” (jum/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *