Filep Wamafma: Penegak Hukum Jangan Tutup Mata Atas Masalah CSR BP Tangguh

saranginews.com, JAKARTA – Beberapa program BP LNG Tangguh belakangan ini mulai dipertanyakan masyarakat.

Adanya fokus yang tajam terhadap program-program yang didanai oleh CSR dan perbaikan biaya yang disebabkan oleh DBH (Dana Bagi Hasil), misalnya di beberapa PT Subitui di Bintun.

BACA JUGA: Usai Laporan Dugaan Penyimpangan CSR, Ketua MPR RI Kunjungi BP Tangguh Teluk Bintun

Senator Filep Wamafma angkat bicara mengenai masalah ini dan membuka kembali hasil nasihatnya.

“Beberapa tahun yang lalu, kurang lebih setahun, saya bekerja keras untuk membela masyarakat adat Bintun atas hak-hak dasar mereka, yang menurut saya belum mereka dapatkan dari pengoperasian Tangguh LNG. Saya suka dengan transparansi penggunaan CSR. dana, perbaikan biaya Tangguh LNG tidak bisa dihitung secara profesional, apalagi kalau bicara Subitu,” kata Filep Wamafma kepada wartawan, Rabu (19 Juni 2024).

BACA JUGA: Senator Filep: Wakil Presiden harus verifikasi klaim BP Tangguh di lapangan

Menurut Filep, ia menemukan beberapa fakta di lapangan tentang Subitu, yang menurut saya berbanding terbalik dengan klaim BP Tangguh.

Dikatakannya, perjanjian AMDAL tersebut berisi kesepakatan pemberdayaan ekonomi masyarakat adat Bintuni dengan mendirikan 4 perusahaan di bawah bendera Subitu, yaitu Subitu Karya Busana (SKB), Subitu Inti Konsultan (SIK), Subitu Karya Teknik. (SKT) dan Subitu Trans Maritim (STM).

BACA JUGA: Soroti Program CSR BP Tangguh, Senator Filep: Kebohongan Masyarakat

“Semua Subit ini memakan anggaran yang cukup besar dan melibatkan banyak mitra seperti Unipa, Ikopin, Pupuk, Yayasan Satu Nama, Yayasan Matsushita. Pembukaan dan promosi diadakan secara besar-besaran, tapi apakah hasilnya sepadan?” tanya Filipus.

Senator Papua Barat itu sendiri mengaku memiliki informasi yang cukup lengkap mengenai keberadaan Subitu. Ia juga menyatakan bahwa ada tiga masalah mendasar yang terkait dengan masalah Subitu.

Filep mengaku memiliki informasi yang cukup lengkap dan valid tentang Subitu.

Dia mengatakan ada tiga masalah besar dalam hal itu. Pertama-tama, tentang transparansi. Coba cek di Subitu laporan keuangan, apakah saldonya seimbang?

“Jangan sampai terkesan membawa kerugian, diam saja. Berapa banyak Subitu Karya Busana (SKB) yang bisa memproduksi baju? Jangan biarkan permainan lain berdiam diri,” kata Filep.

Kedua, pertanyaan tentang tanggung jawab. Siapa yang bertanggung jawab atas Subitu?

“Sebenarnya PT Subitu itu ada 4 perusahaan, jadi masing-masing PT Subitu harus punya komisaris. Pertanyaannya, siapa komisaris dari 4 PT Subitu ini? Bagaimana kepemilikan modalnya? Kalau rapat umum (RUPS) sudah ada. Diadakan, apakah 4 Subitu Auditor publik yang pernah mengaudit PT. Siapa saja 4 Pengurus PT Subitu, bagaimana mekanismenya dibayarkan ke pengurus dan dari mana dananya pada tahun 2015, sebagian besar unit usaha Subitu masih didanai dengan perbaikan biaya BP yaitu DBH Migas, tegasnya.

Selanjutnya permasalahan ketiga menyangkut kesinambungan atau keberlanjutan.

Salah satu contohnya, menurut Filep, adalah apakah kapal Subitu Trans Maritime (STM) tetap beroperasi seperti biasa atau kapal Subitu Martin yang merupakan pembangunan berkelanjutan.

Filep mengatakan, PT-PT Subitu sejak awal berdirinya dibina oleh PUPUK yang merupakan lembaga binaan bagi UKM, bukan perusahaan besar.

Menurut Filep, agen ini dibayar mahal dan mendapat layanan udara dari Jakarta hingga Bintun.

Filep mengatakan, jika dilihat dari sisi finansial, keuntungan finansial yang diterima adalah untuk konsultan dan bukan untuk masyarakat Bintun.

“Sekarang BP menggunakan konsultan untuk menggantikan PUPUK. Sudah 9 tahun PT-PT Subitu berdiri dan konsultan masih membantu? Lalu sampai kapan PT-PT ini bisa mandiri?

Terkait ketiga permasalahan di atas, Senator Filep meminta segera dilakukan audit eksternal independen karena Subitu menggunakan DBH Migas.

Ia juga mendorong aparat penegak hukum, khususnya Kementerian Kehakiman dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk segera turun ke lapangan menyelidiki dan memantau ke mana berakhirnya seluruh dana yang dikelola Subitu, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan kontinuitas.

Menurut Filep, Subitu belum pernah diperiksa sebelum tahun 2019.

“Kalau kita lihat permasalahan yang ada, misalnya terkait Subitu Maritime, saat ini ada 3 kapal yang tergeletak di Bintun. Siapa yang menanggung biaya yang timbul dan kapal tersebut tidak bisa digunakan? pemerintah, jika barang sudah dibeli dan barang tersebut tidak dapat digunakan, maka polisi atau kementerian akan melakukan pemeriksaan. “Lalu kenapa pihak hukum tidak ikut campur dalam program BP? Jangan berpura-pura BP kebal hukum,” jelasnya.

“Semua PT Subitu perlu diaudit dan penanggung jawab BP juga perlu diaudit. Karena baik pegawai BP yang menjalankan program maupun PT Subitu yang didirikan semuanya menggunakan dana publik yaitu DBH Migas melalui cost recovery, bukan BP : n dana. dana pribadi,” lanjutnya.

Selain itu, Ketua Komite 1 DPD RI memaparkan alasan kepengurusan Subitu.

Pertama, berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kementerian Kehakiman diatur bahwa Kementerian Kehakiman mempunyai tugas dan wewenang untuk mengusut tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

“Kalau ada indikasi korupsi atau kejahatan keuangan, jelas Kementerian Kehakiman bisa turun tangan. Dasarnya juga ada di Pasal 282 ayat 2 KUHP. Uang negara ada karena dikeluarkan dalam bentuk DBH. , ” jelasnya.

Kemudian Filep menyampaikan poin lain, di Bintun terdapat gap yang cukup signifikan jika dikaitkan dengan kemajuan BP Tangguh.

Permasalahan ketimpangan tersebut antara lain permasalahan air bersih yang menyebabkan masyarakat terserang penyakit, permasalahan perlambatan, permasalahan buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, meningkatnya angka kemiskinan, minimnya rekrutmen tenaga kerja keturunan Papua dan hanya untuk pekerjaan tidak terampil, serta ketidakjelasan pengelolaan. . dana sumbangan dan banyak hal lainnya di lapangan.

“Rangkaian masalah ini telah membuka mata semua orang dan pemerintah bahwa kemakmuran yang diharapkan selama bertahun-tahun BP beroperasi hanyalah mimpi? Saya ragu, mungkinkah itu korupsi sistemik dan pencucian uang?” kata Filipus.

Khusus pemeriksaan BPK, Undang-Undang APBN 26 Tahun 2009 Tahun 2009 mengatur bahwa sejak tahun 1997, BPK akan melakukan pemeriksaan terhadap kewajaran faktor biaya perbaikan biaya, dan apabila ditemukan kejanggalan, BPK wajib melaporkan perkiraan besarnya kerugian negara, termasuk kerugian daerah. kerugian dalam kerangka tersebut, akan dibagi hasilnya sehingga dapat dipantau.

Senator Filep yang terpilih kembali pada pemilu parlemen 2024 juga meminta Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.

Menurut dia, demi transparansi dan keadilan, permasalahan pengelolaan anggaran ini harus diusut hingga ke akar-akarnya.

“Jika ada korupsi, maka komisi antirasuah harus turun tangan. Dana yang sangat besar yang seharusnya dikelola untuk kemajuan masyarakat Bintuni dinilai tidak berdampak nyata. Komisi antirasuah harus mencium baunya. korupsi kalau hukum mau ditegakkan,” pungkas Filep (Jumat/ jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *