Dari Kasus Hasto, Penegakan Hukum Tebang Pilih Bisa Merusak Demokrasi Indonesia

saranginews.com, JAKARTA – Pemikir keberagaman Sukidi menilai penegakan hukum dilakukan secara selektif saat menyikapi proses klarifikasi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Cristianto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, proses hukum terhadap Hasto mengingatkan aktivis Muhammadiyah itu dengan tulisan dua profesor Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Baca juga: Susi Pudjiastuti Berpeluang Diusung PDIP di Pilkada Jabar

Hal itu terungkap usai perdebatan mengenai undang-undang sebagai alat politik di Aula DPR, Jakarta Selatan, Rabu (19/6).

Sukidi hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut. Turut hadir dalam diskusi tersebut Franz Magnize Suseno, Profesor. Dr. Sulastyowati Irianto, dan Oni Komariah Madjid.

Baca Juga: Pilkada Jabar 2024, PDIP Buka Peluang Usul Susi Pujiastuti

“Biasanya, saya melihat penegakan hukum bersifat selektif. Dua profesor Harvard, Profesor Levitsky dan Daniel Ziblatt, menyebut penegakan hukum itu selektif,” kata Tsukidi.

Jadi, penegakan hukum selektif menyasar mereka yang merupakan rival politik, bahkan musuh politik penegakan hukum, tapi kawan, kawan, mereka segalanya, mereka segalanya, jadi penegak hukum tidak, lanjutnya.

Baca Juga: Pengacara Staf Sekjen PDIP Beberkan Tindakan Ilegal AKBP Rosa CS

Ia mengingatkan bahwa penegakan hukum yang selektif merupakan awal dari jatuhnya demokrasi di Indonesia.

“Jadi penegakan hukum yang selektif ini adalah akar dari rusaknya demokrasi kita, maka dari itu kita menghimbau kepada para pemimpin untuk menegakkan hukum seadil-adilnya, lalu bagaimana? Agar tidak ada ketidakadilan, tidak ada diskriminasi terhadap warga negara. negara sendiri,” kata peraih doktor Universitas Harvard itu

Sementara itu, Sukidi menyinggung soal hilangnya demokrasi dan matinya hukum dalam perdebatan yang dijadikan alat politik seperti diungkapkan Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Menurutnya, hal ini menjadi faktor penting mengapa demokrasi begitu terpuruk.

“Kenapa? Karena salah satu penjelasannya adalah hukum digunakan sebagai alat politik. Pertama, hukum digunakan sebagai alat politik, terutama untuk menghentikan lawan politik,” ujarnya.

Sukidi menjelaskan, penggunaan undang-undang senjata api adalah untuk menghentikan penggunaan hukum oleh lawan politik rezim yang berkuasa, sementara mereka yang ingin berkuasa dilindungi.

Ia menjelaskan, Levitsky dan Ziblatt sadar betul bahwa penegakan hukum itu penting.

Namun bila hukum ditegakkan secara selektif maka disebut penegakan selektif.

“Jadi yang terjadi adalah rival, musuh, dan pengkritik otoritas menjadi sasaran,” jelas Tsukidi.

“Sekarang, yang sebenarnya kami rasakan adalah pertanyaan apakah Anda menjadi target atau tidak. Kalau menyangkut pelanggaran, kesalahan bisa ditemukan, tapi penegakan selektif mendefinisikan penegakan hukum dalam klasifikasi karena Anda adalah musuh, karena Anda ‘re a Kalau musuh kekuasaan, maka kami akan menegakkan hukum,” kata Sukidi. (mcr8/jpnn) Yuk tonton juga video ini!

Baca artikel lainnya… Menanggapi panggilan KPK, staf Sekjen PDIP masih kaget

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *