Ketika Ketua KPU Hasyim Asyari Berkhotbah Tentang Kebinatangan & Kerakusan di Hadapan Jokowi

saranginews.com, Semarang – Presiden Hashim Ashari pada Senin (17/6) menghabiskan salat Idul Fitri 1445 Hijuria di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama istri Iliana, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beserta tim melaksanakan Salat Idul Fitri di lokasi yang disediakan Masjid Raya Baiturahman Semarang.

Baca juga: Idul Adha, Pemprov Sumsel Hentikan Kurban, 16.000 Hewan Terbunuh.

Dalam sambutannya, Hasyim Ashari mengingatkan pentingnya umat Islam meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menunaikan dan menaati perintah Allah.

Ia mengatakan, pada Idul Adha, siapa pun yang bisa menunjukkan kesediaannya untuk berkurban diperintahkan untuk menyembelih hewan.

Baca juga: Ikut Sholat Idul Fitri di Lapangan Gasib Bandung. Artinya Idul Adha bagi Menteri Suharso.

“Tindakan penyembelihan hewan kurban untuk menumpahkan darah dan menghasilkan daging hendaknya diserahkan kepada pihak yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Menurutnya, perlu diketahui bahwa Allah tidak menilai pembunuhan berdasarkan darah yang tertumpah atau daging yang berserakan.

Baca juga: Idul Adha 1445 H, BMKG Keluarkan Peringatan Pertama Hari Ini

Melainkan kesucian jiwa, kejujuran hati dan rela berkorban. Pengorbanan tidak dilihat dari bentuk, ukuran, atau penampakannya, namun dari kebenaran dan niat si kurban.

Dalam Islam, hewan seperti domba, kambing, kerbau, sapi, dan unta dikatakan sebagai hewan kurban. Dia mengatakan ada dua ide di sana.

Pertama, jenis hewan yang ada dalam jiwa manusia harus dikorbankan dan dibunuh. Kedua, jiwa dan perilaku manusia harus berlandaskan tauhid, keimanan, dan ketaqwaan.

Katanya ada banyak hewan di dalam tubuh manusia. Mulai dari keegoisan hingga kesombongan.

Beliau mengingatkan kita untuk selalu curiga, meninggalkan sifat kebinatangan kita dalam menyebarkan informasi yang salah, fitnah, takhayul dan lingkungan hidup.​

“Ketidakmampuan mengetahui kebenaran hidup, ketidakmampuan mengetahui, ketidakmampuan menerima konseling, ketidakmampuan mendengarkan nasehat, dan lain-lain, merupakan bentuk pelecehan psikologis dalam Islam,” ujarnya.

Jika perilaku seperti ini terus dipertahankan dan diperbaiki, maka akan menimbulkan ketidakstabilan dalam kehidupan kita dan ketidakharmonisan lingkungan, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

“Contoh-contoh ini membuka jalan bagi terciptanya perpecahan dan gangguan dalam kehidupan masyarakat,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, seluruh umat Islam harus mengerahkan tenaga terbaiknya dan berusaha semaksimal mungkin.

“Jangan bermalas-malasan dan jangan gegabah. Semoga kita bisa saling berbagi rasa sosial dan memberi manfaat lebih kepada orang-orang di sekitar kita,” ujarnya (mcr5/jpnn) Video-video pilihan redaksi ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *