saranginews.com, Jakarta – Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah membekukan 5.000 rekening perorangan dan kelompok terkait kasus perjudian online atau perjudian online.
Koordinator Tim Humas PPATK Nasir Kongah mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan nilai transaksi 5.000 akun yang ditangguhkan terkait perjudian online tersebut.
Baca juga: Kompol Agas Peringatkan Polisi yang Terlibat Judi Online: Segera Hentikan
“Sampai saat ini kita sudah menutup 5.000 rekening dan saya lupa jumlahnya, tapi cadangan pada kuartal I 2024 mencapai 600 triliun,” kata Nasir.
Hal tersebut disampaikan Natsir dari Jakarta pada Sabtu (15/6) dalam diskusi online bertajuk “Matinya Kemiskinan Akibat Judi”.
Baca juga: Kasus Vina, Iptu Rudiana, Ayah Eki Diusut Polda Jabar.
Dia menjelaskan, PPATK dapat membekukan rekening yang teridentifikasi melakukan tindak pidana pencucian uang dalam waktu lima hingga 15 hari.
“Setelah itu, penyidik dapat memantau penangguhan tersebut dan apabila tidak ada keberatan maka penyidik dapat memperpanjang penangguhan tersebut dan mencari bukti-bukti yang dihasilkan dari analisis PPATK,” ujarnya.
Baca juga: Begini Nasib Letnan R yang Gunakan Uang TNI AD Rp 876 Juta untuk Judi Online.
Ribuan akun yang diblokir diketahui mengalir terutama ke negara-negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), seperti Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Natsir juga mengatakan, sekitar 80 persen dari 3,2 juta pemain judi online rata-rata bermain lebih dari Rp 100 ribu.
Profil orang-orang yang berjudi online bervariasi mulai dari pelajar, mahasiswa hingga ibu rumah tangga.
“Ini sangat serius bagi kita sebagai bangsa,” ujarnya.
Misalnya pendapatan sebuah keluarga USD 200 ribu per hari, maka Rp 100 ribu digunakan untuk judi online, jumlah yang besar.
“Sangat mengurangi pola makan keluarga saat ini,” jelas Nasir.
Laporan perjudian online menyumbang proporsi terbesar laporan transaksi keuangan mencurigakan yang diterima PPATK yaitu sebesar 32,1 persen.
Lalu, tuntutan penipuan 25,7 persen, tindak pidana lainnya 12,3 persen, dan korupsi 7 persen (ant/jpnn) Pernahkah Anda melihat video terbaru berikut ini?