Penipuan QRIS Marak, DPR Nilai Bukan Kesalahan Penyedia Sistem

saranginews.com, Jakarta – Anggota Komite

Namun penipuan di QRIS seharusnya membuat para pedagang dan lembaga lebih berhati-hati dalam memasang kode agar tidak diubah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga: Praktis! Transfer QRIS BRImo mengirim dan menerima dana tanpa nomor rekening

“Jika QRIS (penyedia sistem) tidak ada kesalahan, itu masalah pemalsuan yang dilakukan pedagang, jadi pedagang harus berhati-hati saat memasang stiker QRIS agar tidak dipalsukan,” kata Macon kepada awak media. Senin (10/6).

Anggota parlemen partai profesional telah memperingatkan pengguna rekening bank atau penyedia sistem keuangan untuk berhati-hati saat memindai QRIS. Secara khusus, dia mengatakan pengguna dapat yakin bahwa pemindaian QRIS adalah milik pihak yang mereka ikuti.

Baca juga: Dorong pertumbuhan pelaku industri kuliner, Bank Raya promosikan adopsi bisnis QRIS di 10 kota

“Pemalsuan seperti ini juga banyak terjadi misalnya di tempat ibadah, sehingga sebagai pengguna QRIS harus berhati-hati dan membaca rekening penerimanya,” kata Mekeng.

Ia juga mengingatkan para pedagang atau lembaga untuk rutin mengecek QRIS yang diterbitkan untuk menghindari penipuan.

Baca juga: Nasabah perbankan besar kini bisa menggunakan QRIS untuk berdagang antar negara

“Ya, pemeriksaan rutin dan acak,” kata Macon.

Seperti disebutkan di atas, masih banyak penipuan yang dilakukan melalui QRIS. Selain QRIS “palsu” dari masjid, ada cara lain untuk membuat QRIS palsu yang seolah-olah berasal dari toko atau pedagang resmi.

Cara lainnya adalah penipuan dimana penipu mengaku sebagai pihak yang sah dan menawarkan gratisan ketika korban menggunakan QRIS untuk mentransfer uang.

Cara lainnya adalah dengan mengaku dari bank, meminta korban yang berbicara dengan pelaku untuk memberikan informasi OTP, dan mengarahkan korban untuk melakukan transaksi di QRIS.

Pakar hukum sekaligus penasihat keuangan Hendra Agus Simanjuntak mengamini pernyataan anggota DPR tersebut.

Menurutnya, perusahaan penyedia sistem pembayaran kerap “mempersenjatai” ISO 27001:2022 tentang sistem manajemen keamanan informasi dan ISO 37001:2016 tentang sistem manajemen anti suap.

Oleh karena itu, perusahaan sejak awal memperkuat diri dan meningkatkan kualitas manajemennya untuk mencegah penyalahgunaan transaksi digital, misalnya melalui QRIS, ”ujarnya.

Hendra berpendapat, di mana pun terjadi penyalahgunaan QRIS, penegakan hukum harusnya hanya menyasar pihak-pihak yang melanggar prinsip keadilan.

Ia menilai tidak adil jika ada oknum yang menyalahgunakan QRIS, namun dampaknya akan meluas ke seluruh transaksi digital yang dilakukan oleh penyedia sistem digital.

“Jadi kalau ada kasus, yang terkena hukum hanya orang itu, seperti pemblokiran rekening dan nomor ponselnya. Sedangkan transaksi lainnya dilakukan sesuai prinsip etika dan hukum, biarlah prosesnya berjalan normal. Toh pasar digital butuh kepercayaan konsumen, menjaga itu sangat penting,” tegas Hendra.

Hendra menjelaskan salah satu fungsi QRIS adalah untuk memudahkan transaksi di era digital saat ini. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan ada seseorang yang menemukan celah tersebut dan secara jahat mengeksploitasinya demi keuntungannya sendiri.​

Oleh karena itu, penting bagi regulator untuk bekerja sama dengan penyedia sistem pembayaran digital untuk menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan seperti penyalahgunaan QRIS, tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *