saranginews.com, JAKARTA – Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Syed Iqbal menyarankan program pemerintah yang disebut Kelas Residensial Standar (KRIS) ditunda hingga pemerintah siap.
Saeed Iqbal menjelaskan, semangat KRIS untuk memberikan layanan serupa kepada masyarakat cukup baik.
Baca juga: UMP KSPI Tampilkan Jakarta, Transjakarta Alihkan Beberapa Rute Bus
Seluruh lapisan masyarakat, kaya dan miskin, mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama berupa denah ruang hunian standar.
“Persoalannya bagaimana memastikan tidak ada kenaikan tarif bagi masyarakat menengah ke bawah. “Tidak ada kenaikan tarif karena skema Chris, baik buruh, tani, nelayan, dan karyawan,” kata Syed Iqbal dalam diskusi bertajuk Kelas Alat Tulis Standar, Apakah Bisa? Senin (10/6) di Antara Heritage Center Jakarta.
Baca Juga: Penerapan Sistem KRIS BPJS Prinsip Kesetaraan dan Keadilan Bagi Masyarakat
Ketua Umum Partai Buruh ini menjelaskan, biaya peserta BPJS kelas 3 saat ini adalah Rp35.000 setelah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000.
Sedangkan Kelas 1 adalah AMD 150.000, dan Kelas 2 adalah AMD 100.000.
Baca Juga: DPR Minta Klarifikasi Lengkap Soal Pendanaan BPJS Kesehatan Sistem KRIS
Ia berharap tidak ada kenaikan tarif Kelas 3 dan tidak ada penurunan tarif Kelas 1 dan 2 saat KRIS diterapkan.
Menurutnya, jika hal ini terjadi, baik program Tapera yang ditolak masyarakat maupun program KRIS tentu akan menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Mungkin tidak ada kenaikan tarif Kelas 3. “Kalau ada pertumbuhan pasti ada resistensi, pergerakan,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa pelaksanaan program ini memerlukan konsistensi pelayanan kesehatan di rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta.
Misalnya, saat ini ruang rawat inap program BPJS melayani 6-8 tempat tidur. Jadi jika program ini membutuhkan 4 pasien maka pendapatan RS swasta akan berkurang 2 pasien.
“Terus tidak, pelayanannya asal-asalan, harusnya dipastikan. Tidak boleh ada penurunan kualitas pelayanan rumah sakit,” imbuhnya.
Ketua Umum Partai Buruh itu menyarankan pemerintah menunda program KRIS jika ingin pelayanan kesehatan tetap prima.
“Kira-kira bukan tahun 2025, tapi 5-7 tahun sebaiknya begini agar harga sewa tidak naik. “Semua layanan sudah ditingkatkan ke Kelas 3,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (PKR Kemenkes) Yuliastuti Saripava optimis dalam diskusi tersebut pihaknya dapat melaksanakan program KRIS tepat waktu.
“Saya setuju mengabdi tanpa membeda-bedakan dan mengelompokkan,” kata Yuliastuti.
Menurutnya, ini merupakan program yang sudah lama dievaluasi termasuk persiapannya bersama rumah sakit swasta.
“Program tersebut seharusnya dilaksanakan pada tahun 2023 namun tertunda dua tahun karena berbagai persiapan yang detail,” tambahnya.
Diskusi tersebut memunculkan tiga pertanyaan penting yang menarik perhatian publik. Pertama, Kelas Asrama Standar (KRIS), Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan Uang Kuliah Perorangan (UKT).
Dipimpin oleh Syarifah Soraya Said, Wakil Direktur Kebijakan Jaminan Manfaat BPJS Kesehatan Ari Dwi Arya, Menteri Kesehatan Hasbullah Tabran, Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Raiden Hatam Aziz dan Presiden Dewan Jaminan Sosial Nasional diperkenalkan pada acara tersebut. , Agus Suprapto sebagai pembicara. (mcr8/jpnn)
Baca artikel lainnya… Presiden Jokowi Menyapa Umat Kristiani di Minggu Paskah