saranginews.com, JAKARTA – Anggota PPPK dan ASN yang terhormat ramai-ramai menolak penghematan bangunan umum (lancip).
Tapera diyakini akan menambah beban masyarakat, khususnya pejabat pemerintah dan pegawai negeri sipil yang memiliki kontrak kerja (ASN PPPK).
BACA JUGA: Pendaftaran PPPK sebelum 2024: Update Data Honor Verval
Jangankan biaya, ASN PPPK masih terkendala ekonomi, apalagi kami terhitung pegawai baru yang artinya nol tahun, padahal pengalaman kami sudah puluhan tahun, kata Ajun, Manajer PPPK Negeri Ponorogo. di saranginews.com, pada hari Senin. (10/06).
Ia menambahkan, tidak hanya guru-guru terhormat dan PPPK yang menyatakan penolakannya terhadap Tapera. Petugas kesehatan (telanjang) juga melakukan hal yang sama. Mereka mempertanyakan pedoman kebijakan Presiden Joko Widodo dalam PP nomor 21 tahun 2024.
BACA JUGA: Dirut Nunuk Ingatkan Guru dan Dunia Pendidikan: ASN PPPK Bukan Zona Nyaman
Puluhan tahun persoalan honor tidak terselesaikan, namun ada kebijakan-kebijakan aneh yang justru membuat para pekerja honorer menderita.
“Yang diangkat jadi ASN PPPK, masih belum pulih dari penderitaan kita. Hal ini disebabkan adanya tuntutan pengurangan gaji yang kami terima dalam jumlah besar,” kata Asisten Profesor yang merupakan tenaga kesehatan di ASN PPPK ini.
BACA JUGA: Tolak Taper, buruh akan gelar protes nasional pada 27 Juni
Ia mempertanyakan ada apa dengan Jokowi yang di akhir masa jabatannya bersikap netral terhadap rakyat.
Ajun membenarkan Tapera ditolak oleh petugas kesehatan dan serikat pekerja. Saat ini belum jelas program tabungan mana yang berlaku bagi pejabat dan dana pensiun. Artinya, pemerintah tidak pernah bertanggung jawab atas pengelolaan dana tersebut.
“Apakah ada jaminan 10, 20 tahun lagi kita bisa punya rumah dengan uang Taper. Karena pemerintah tidak pernah memberi kami rumah,” tegasnya.
Ia mengungkapkan banyak kekhawatiran dari Yang Mulia dan PPPK jika dana Taper seperti Asabri dan Jiwasraya dikorupsi.
Disebutkan pula, penerbitan pertama PP 21 pada tahun 2024 diawali dengan lahirnya Undang-undang Cipta Kerja. Oleh karena itu, undang-undang ini harus dicabut karena merugikan masyarakat.
“Kami meminta pemerintah membatalkan Tapera karena PPPK dan ASN Honoré belum mampu membayar secara bertahap,” jelasnya.
Wakil Ketua ASN PPPK Susi Maryani Susi Maryani pun mengungkapkan keprihatinannya kepada rekan-rekannya. Meski sebagian guru PPPK sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru (TPG), namun jika harus membayar “Taper” maka bebannya bertambah.
Susi mengatakan banyak pemotongan yang harus dilakukan setiap bulannya. Oleh karena itu, ketika Tapera rencananya akan dipotong, banyak masyarakat yang mengeluh.
“Jangan ada yang tidak hormat, kami ASN PPPK sangat menentang kebijakan ini,” ujarnya.
Dia mengatakan, sudah ada komponen Taper dalam penyesuaian gaji tersebut. Namun sampai saat ini belum putus.
Susi menyampaikan harapan para guru ASN PPPK agar kebijakan tersebut dihapuskan.
Soal diskon rumah, tambahnya, banyak ASN PPPK yang masih ragu dengan sistem kontrak kerja.
Ia diduga akan dipecat secara tiba-tiba karena berbagai alasan sehingga membuat nilai Taper terhenti.
Dewan Pembina Forum Nasional Guru Honorer Pengambil Kelas Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) pun melayangkan keluhan.
Dia menyampaikan pengaduan kepada guru-guru terhormat dan PPPK. Heti berpendapat, daripada memikirkan Taper, lebih baik pemerintah memperjuangkan dana pensiun ASN PPPK.
Setelah pensiun, ASN PPPK bisa bekerja normal. Jika ASN ingin memiliki rumah, lebih baik bayar lebih awal dan dapatkan harga murah.
“Oleh karena itu, guru PPPK mempunyai pilihan apakah akan membeli rumah atau tidak. Kalau tiap bulan dikurangi, kasihan si janda, penghasilannya rendah,” tutupnya. (esy/jpnn)