Peluncuran RIPP & SIPPP Jadi Momentum Penting dalam Pembangunan Papua

saranginews.com, Jakarta – Wakil Presiden Maruf Amin RIPPP dan SIPPP merupakan platform terintegrasi untuk percepatan pembangunan Papua.

Menurut Wapres, RIPPP 2022-2041 dan SIPPP merupakan kompas pembangunan jangka panjang wilayah Papua.

Baca Juga: Kemenag dan Bappenas Tingkatkan Pengelolaan Zakat dan Wakf

Hal itu disampaikan Ma’ruf Amin saat peluncuran Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) 2022-2041 dan Program Informasi Percepatan Pembangunan Papua (SIPPP). 

“Ini merupakan momen penting yang dapat menjadi bagian sejarah perjalanan pembangunan Papua dan akan menjadi sebuah keputusan bagi pembangunan Papua ke depan. Dalam pembukaan RIPPP dan SIPPP di kota Soring, Papua Barat Daya,” sejalan dengan Komitmen pemerintah menjamin pembangunan pusat di Indonesia untuk mengurangi kesenjangan antar daerah, pembangunan di Papua menjadi prioritas, ujarnya, Jumat (7/6).

Baca selengkapnya: Mantan Menteri Bappenas mengatakan sekarang adalah waktu terbaik untuk memindahkan ibu kota

Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Wakil Presiden Republik Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Inisiatif ini didukung oleh Scale Programme Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk meningkatkan layanan dasar.

Maruf Amin menambahkan, kebijakan dan strategi pembangunan Papua telah memperkuat peran pemerintah daerah otonom baru dalam meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat Papua (OAP), salah satunya melalui strategi keberlanjutan.

Menurut Menteri Pembangunan Nasional, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, pemerintah telah menyiapkan RIPPP untuk tahun 2022-2041.

Hal ini penting sebagai payung hukum dan pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, evaluasi dan pengelolaan pembangunan pesat di Papua.

Saat meluncurkan dokumen ini, Suharso menjelaskan pemerintah sedang mengusulkan arah pembangunan jangka panjang untuk wilayah Papua.

“Kami berharap ini menjadi momen penting untuk mendorong sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan penganggaran, serta kerja sama antar pelaku pembangunan pusat, daerah, dan lainnya untuk mempercepat pembangunan wilayah Papua,” kata Suharso. 

Lebih lanjut Suharso menyatakan RIPPP hadir membawa semangat dan prestasi baru untuk mewujudkan akselerasi pertumbuhan 20 tahun mendatang.

Secara teori, RIPPP mendefinisikan tujuan dan sasaran pembangunan yang selaras dengan Undang-Undang Visi Emas Indonesia 2045 Tahun 1945 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs).

Dokumen tersebut memuat arahan penting percepatan pembangunan di Papua melalui pendekatan inovatif, yang fokus pada pemberdayaan dan pemberdayaan Masyarakat Asli Papua (OAP), ujarnya.

“Tujuannya agar OAP mampu bersaing dan meningkatkan pembangunan ekonominya, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan keamanan,” jelas Suharso.

Otto Ihalau, anggota Komite Koordinasi Pembangunan Perlindungan Khusus Daerah Papua Barat Daya (BP3OKP), mengatakan RIPPP ini harus dikawal dan dilaksanakan. Mengingat hanya sedikit orang yang skeptis, hal ini bukanlah perkara mudah.

“Tugas kita mengadaptasi RIPPP dengan lingkungan di Musrembang. Meski bicara Musrembang, namun masyarakat di desa itu sedih karena menyadari pelaksanaan dan anggarannya tidak tepat,” ujarnya.

Salah satu tantangan yang tersembunyi adalah persoalan kesenjangan antar masyarakat.

Bappenas menegaskan, permasalahan ini menjadi permasalahan utama dalam perumusan kebijakan dan strategi pembangunan yang sejalan dengan tekad untuk meningkatkan pembangunan masyarakat Papua.

Yaphet Wetipo, seorang pedagang kopi asal Papua, kerap menghadapi persoalan terkait ketimpangan. 

Yafet menunjukkan bahwa tidak ada standar praktik yang seragam di kalangan petani kopi di seluruh wilayah. 

“Jadi outputnya (kualitas kopi) juga berbeda. Tantangannya juga ada, beberapa perkebunan kopi memiliki akses terbuka. Namun masih ada truk yang sulit dijangkau. Ini ada hubungannya dengan infrastruktur transportasi, kata Yafet.

RIPPP dikembangkan untuk menyeimbangkan dan memperluas pengembangan empat kawasan alam baru (DOB), yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Dataran Tinggi, dan Provinsi Papua Barat Daya. 

Pembentukan daerah otonom baru dilakukan dengan sendirinya, kemudahan pelayanan publik, mempersingkat waktu penyelenggaraan (administrasi time) agar terselenggaranya penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, meningkatkan apresiasi terhadap keamanan lingkungan hidup dan pemerataan pembangunan, memperkuat daerah daya saing dan memperkuat stabilitas Indonesia (mcr10/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *