saranginews.com – Jakarta – Buku panduan sastra yang masuk dalam kurikulum menuai kritik masyarakat.
Mereka menuding Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) lalai dalam merekomendasikan buku panduan sastra yang layak dibaca siswa karena mengandung unsur cabul.
Baca juga: Sastra Masuk Kurikulum, Sekolah Swasta dan Premier Sebut Ini Kebijakan Besar
Kritik masyarakat tersebut langsung ditanggapi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Penilaian Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ananditu Adetomo, panduan literatur ini diusulkan oleh wali murid dan kemudian direvisi oleh para guru. Panduan ini juga opsional.
Baca Juga: Harbaknas 2024: Kemendikbud luncurkan sastra sebagai bagian kurikulum sekolah
Guru diberi kebebasan memilih literatur apa saja yang dibaca siswanya.
Ananditu dalam wawancaranya mengenai pencantuman sastra dalam kurikulum mengatakan, “Di sini saya tekankan bahwa pencantuman sastra dalam kurikulum bukan berarti sekolah harus menerapkannya, hanya pendamping dan guru yang mengajar siswanya. untuk Kurikulum di Jakarta, Jumat (31/5).
Baca juga: Nadeem Makaram: Sekolah Miskin Butuh Kurikulum Mandiri dan Kebebasan Guru
Ia mencontohkan guru bahasa Indonesia yang ingin memadukannya dengan sastra untuk mendiversifikasi pendidikannya. Dengan membaca karya sastra diharapkan kemampuan membaca dan menulis siswa akan meningkat.
Terkait pemilihan literatur dalam panduan yang menuai kontroversi di masyarakat, Andito mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menarik diri dari penerbitannya.
Dia meminta masyarakat untuk tidak menerbitkan ulang panduan sastra tersebut.
Panduan baru ini akan diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setelah serangkaian langkah yang melibatkan editor profesional dan independen.
Nantinya, daftar pustaka akan dipublikasikan secara online sebagai hasil revisi lebih lanjut.
“Ada proses pemeriksaan yang sangat ketat, dan dalam memilih karya, kami mengumpulkan semua informasi dari masyarakat, dan mendiskusikannya dengan rekan-rekan konservasi kami,” katanya.
Mengenai kapan panduan final ini akan dirilis, Ananditu mengatakan, akan segera menjelang tahun ajaran baru.
Ia menegaskan, literatur tersebut tidak mempengaruhi kelanjutan kurikulum mandiri yang kini diubah menjadi kurikulum nasional.
Katanya: “Sastra-sastra ini hanya sebatas teman. Penerapan kurikulum nasional tetap berjalan normal.”
Sementara itu, penulis sekaligus anggota Tim Pembina Sastra Kurikulum, Oki Madasari memastikan pemilihan buku sastra yang dijadikan bahan ajar memenuhi standar Proyek Penguatan Profil Pembelajar Pancasila (P5). ).
Dikatakannya, pemilihan buku setiap jenjang selalu diselaraskan dengan indikator-indikator agar sesuai dengan standar P5 dan ini berlaku di jenjang manapun baik SD, SMP, dan SMA, dan bila diterapkan tentunya caranya akan sama. berbeda. Dan penyelesaiannya akan berbeda di setiap level. (esy/JPNN)