saranginews.com, JAKARTA – Anggota Komisi V KDR Rur Suryadi Yaya Purnama mengeluarkan beberapa catatan tentang penerapan Perlindungan Perumahan Rakyat (Tapera) usai terbitnya PP Perubahan Nomor 25 Tahun 2020
Pertama, kata Suryadi, PP 21 Tahun 2024 sudah bisa memperjelas mekanisme penyaluran perantara.
Baca Juga: Bagaimana dengan Tapera, Pegawai yang Punya Rumah? Basuki: Saya tidak mengerti
Misalnya, kata dia, peserta kelas menengah yang membeli atau mewarisi rumah dari orang tuanya namun tetap perlu mengikuti program Tepera.
Suryadi menjelaskan, Peraturan PP pada tahun 2020 ini belum ada perubahan atau belum, untuk pengembalian uang setelah penghentian keanggotaan Tepera, yaitu usia pensiun dan meninggal dunia.
Baca Juga: Apindo Tolak Tepera DIY, Khawatir Jadi Sarang Korupsi
“F-PKS menawarkan bantuan kepada masyarakat kelas menengah untuk membeli aset-aset produktif seperti toko, yang selanjutnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat kelas menengah,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (29/5). . ).
Ia mengatakan kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melupakan kelas menengah dalam kajian Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, pada tahun 2023.
Baca juga: Pemotongan Gaji Tapera Dianggap Sulit, Saran Bamsoet Investigasi Negara
Menurut dia, pemerintah harus fokus membangun kelas menengah yang kuat dan inovatif karena mereka bisa menjadi mesin utama pertumbuhan jangka panjang.
“FPKS juga menghimbau masyarakat kelas menengah ini untuk memperhatikan. Di satu sisi pendapatannya lebih tinggi dari norma MBR sehingga tidak mampu membeli rumah subsidi. Namun di sisi lain pendapatannya lebih tinggi dibandingkan rumah nonsubsidi. cukup untuk membeli,” lanjutnya. Dia bertanya.
Kedua, revisi aturan tersebut dapat menentukan nasib pekerja mandiri yang pendapatannya tidak tetap, terkadang tidak mencukupi atau rendah, atau tidak memiliki pendapatan sama sekali.
Tentu saja, kata Suriadi, iuran kepada para pekerja lepas harus dikelola oleh BP Tepera dan diklasifikasi dengan baik agar tidak memberatkan.
Ketiga, tentang penyediaan perumahan bagi MBR. PUPR adalah Keputusan Menteri 2 242/KPTS/M/2020 yang mengatur tentang pemberian KPR, KPR SSB (subsidi diferensial suku bunga), dan SSM (subsidi dukungan uang muka rendah). ” 8 juta. Apakah batas ini perlu ditingkatkan perlu kajian lebih mendalam karena saat ini masih banyak rumah subsidi yang tidak menyerapnya. masyarakat,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua CAMMI, FPKS pada PP No. 25 memerintahkan evaluasi pelaksanaan Tapera.
Secara khusus, kata Suryadi, penting juga untuk mengetahui peserta Tepra yang MBR-nya terlibat dalam pembelian rumah.
“Perlu diapresiasi juga agar peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mundur dari Tepera tidak harus melalui prosedur yang rumit dan berbelit-belit,” lanjut pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Kelima, kata dia, Fraksi PCC menekankan perlunya pengendalian terhadap proses pemupukan atau pengembangan dana taper.
Fraksi PKS Suryadhi meminta BP Tapera menunjuk manajer investasi yang bertugas mengelola dan mengembangkan dana secara transparan dan akuntabel.
“Hal ini diperlukan untuk memastikan dana taper tidak disalahgunakan seperti kasus Jeperaasraya dan Asbari, serta proyek-proyek berisiko seperti proyek IKN tidak dimasukkan atau dialokasikan untuk program pemerintah lainnya,” ujarnya. (ast/jpnn)