saranginews.com, JAWA BARAT – Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jabar mengungkap bus Trans Putera Fajar yang terlibat kecelakaan maut di Jalan Raya Ciater, Kabupaten Subang, Sabtu (11/5) sebelumnya terbakar. tersengat. .
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jabar Kombe Pol Wibowo mengatakan, bus yang membawa rombongan Study Tour SMK Lingga Kencana Depok tadi pada tanggal 27.
BACA JUGA: Polda Jabar Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Kecelakaan Bus Ciater Maut
Pasca kejadian kebakaran, pihak kontraktor dan bengkel bus yang kini diduga AI serta pengemudi A memperbaiki bus tersebut dan mengganti nama bus agar tidak diketahui terbakar.
“Yang bersangkutan (A) mengaku busnya terbakar dan mengusulkan penggantian nama,” kata Wibowo, Rabu (29/5).
BACA JUGA: Gelar Musyawarah Umum, Bekasi Fajar bidik pendapatan hingga Rp 700 miliar
Wibowo mengatakan, nama bus saat terbakar adalah Trans Maulana Jaya dan setelah kejadian diubah menjadi PO Trans Putera Fajar.
Tujuannya agar bus yang terbakar itu tidak dikenali sehingga masih bisa disewakan, ujarnya.
BACA JUGA: Orang Tua Pegi Diduga Terlibat Kasus Vina Cirebon, Ini Keterangan Polisi
Menurut dia, perbaikan bus yang terbakar itu hanya terkait sistem kelistrikan dan interior. Kedua tersangka tidak menjalani wawancara menyeluruh.
Tersangka A tidak melakukan perawatan rutin khusus pada rem bus. Selain itu, tersangka juga mengetahui ada masalah teknis pada kendaraannya.
“Yang bersangkutan mendapat laporan dari S (pengemudi) bahwa mobilnya dalam keadaan bermasalah. Namun yang bersangkutan tidak menyuruh berhenti,” ujarnya.
Tak hanya itu, belum ada standar operasional prosedur penanganan bus yang bermasalah dalam mengemudi dan mengangkut penumpang.
Selain itu, fakta selanjutnya, bus yang mengangkut pelajar tersebut tidak laik jalan karena KIR bus tersebut telah habis masa berlakunya dan habis masa berlakunya pada 6 Desember 2023.
Selain itu, fungsi rem tidak berfungsi dengan baik dan kompresor terisi oli dan air yang seharusnya hanya berisi udara.
Jarak garis rem yang standar 0,45 sentimeter diubah menjadi 0,3 meter, ujarnya.
Begitu pula dengan minyak rem, setelah indikator oli diperiksa, lampu merah menandakan minyak rem tidak layak pakai, lanjutnya.
Lalu terjadilah kebocoran yang menyebabkan tekanan udara untuk menggerakkan hidrolik tidak bekerja maksimal. Tenaga pengereman menjadi tidak efektif.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 311 UU Lalu Lintas jo Pasal 55 KUHP Subsider dan atau Pasal 359 KUHP.
Dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda Rp 24 juta dan/atau pidana denda 5 tahun (mcr27/jpnn).