Pakar Keamanan Pangan Emerensiana: 2 Penyebab Produk Mamin Ditarik dari Peredaran

saranginews.com – JAKARTA – Kasus penarikan produk makanan dan minuman (mamin) kerap terjadi. Termasuk makanan dan minuman yang didatangkan dari negara lain.

Kasus terbaru terjadi di Singapura yang menarik peredaran dua produk kacang-kacangan, yakni kacang kertas Xiyuguoyuan Xinjiang dalam kemasan 500 gram dan 1 kg.

BACA JUGA: Program susu gratis jadi perdebatan publik: antara kebutuhan gizi dan pentingnya ketahanan pangan

Produk pangan tersebut ditarik dari pasaran setelah Otoritas Pangan Singapura (SFA) menemukan kandungan kedua bahan tersebut melebihi batas yang diizinkan pada produk asal China tersebut.

FA menemukan bahwa produk tersebut mengandung siklamat dan asesulfam K di atas batas wajar, mengutip peraturan pangan Singapura.

BACA JUGA: Organisasi Perlindungan Konsumen mengungkap ancaman keamanan pangan bagi masyarakat 

Tanpa melihat secara spesifik kasus Singapura, pakar keamanan pangan Emerensian Adi Dhae menjelaskan akar permasalahan dalam kasus penarikan produk makanan dan minuman dari distribusi di suatu negara.

Lulusan Program Studi Teknologi Pangan UGM ini menyatakan, secara umum ada dua kemungkinan penyebab ditariknya produk makanan dan minuman dari pasaran.

BACA JUGA: BPOM Diminta Edukasi Pelaku UKM Jadi Pemimpin Ketahanan Pangan

Kemungkinan pertama adalah produk tersebut didistribusikan oleh distributor ilegal sehingga tidak ada proses penilaian risiko yang memadai ketika barang tersebut masuk ke pasar negara tujuan ekspor.

Kemungkinan kedua, tidak adanya sistem manajemen yang baik sebelum memutuskan apakah suatu barang dapat dipasarkan di negara tujuan ekspor, kata Emerensiana Adi Dhae, Senin (27 Mei).

Lebih lanjut, Emerensiana Adi Dhae menjelaskan jika berbicara dari sisi sistem keamanan pangan, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh perusahaan makanan dan minuman, yaitu melakukan analisis risiko mulai dari perancangan tahapannya. produk, proses atau kemasan yang harus memperhitungkan risiko (risiko biologis, risiko kimia, risiko terkait alergen dan polutan fisik) dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor.

“Risiko terkait kepatuhan terhadap peraturan dapat dikurangi melalui beberapa tahap, khususnya dengan mengetahui peraturan negara tujuan ekspor, menyesuaikan formula produk dengan negara tujuan ekspor, dan memeriksa label pada wadah,” ujar pakar keamanan pangan tersebut. .

Kegiatan itu, kata Emerensiana, harus dilakukan oleh departemen yang multifungsi, yakni departemen regulasi, penelitian, dan pengembangan, yaitu pabrik yang memproduksinya.

“Semua itu diatur dalam sistem manajemen, sehingga dilakukan pengecekan secara detail sebelum sediaan dilepas ke pasar dan diproduksi di pabrik,” pungkas Emerensiana Adi Dhae yang sudah puluhan tahun bekerja di perusahaan makanan dan minuman internasional. (sam/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *