Akademisi Hukum: Dewas KPK Wajib Patuhi Putusan PTUN

saranginews.com, JAKARTA – Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komaruddin menekankan pentingnya Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.

Menurut Ujang, keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron harus dihormati.

BACA JUGA: Kubu Nurul Ghufron Minta Dewan KPK Patuhi PTUN

“Dewas harus bekerja sesuai aturan, Komisioner KPK juga bekerja sesuai kewenangannya, jangan melanggar etika. “Iya, tentu kemenangan Nurul Ghufron di PTUN merupakan keputusan pengadilan yang harus dihormati, namun jika Nurul Ghufron melanggar etik, Dewas juga harus mengusutnya,” jelas Ujang.

Dia menambahkan, semua proses harus dihormati dan menjaga kredibilitas KPK adalah hal yang paling penting.

BACA JUGA: Azis Syamsudin Akan Diperiksa Soal Fasilitas Penerimaan di Rutan KPK

“Organisasi KPK harus dilindungi,” tegas Ujang.

Pengamat hukum Edi Hardum pun berpendapat serupa. Ia mencontohkan asas hukum Res Judicata Pro Veritatae Habitur yang berarti putusan hakim harus dilaksanakan meskipun ada pihak yang menganggapnya salah.

BACA JUGA: Usut Kasus Investasi Fiktif, KPK Periksa Dirut PT Insight Investments Management

“Putusan PTUN atas kasus hukum yang disampaikan Nurul Ghufron yang menyampaikan kasus hukum tersebut harus dilaksanakan. Kita adalah negara hukum, dimana hukum adalah bos utamanya,” tegas Edi.

Edi menjelaskan, meski terdapat kelebihan dan kekurangan dalam putusan tersebut, namun prinsip supremasi hak mengharuskan semua pihak untuk mentaati putusan hakim.

“Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga pemerintah yang membawahi kepengurusan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, sehingga meskipun banyak pihak berpendapat bahwa keputusan tersebut salah karena kita menganut supremasi hak yaitu hukum. sebagai komandan ia terutama harus mengikuti prinsip-prinsip keputusan hakim. Misalnya, jika dianggap salah, tentu akan dilakukan upaya hukum lain terhadap keputusan tersebut, imbuh Edi.

Sebelumnya, Koordinator Asosiasi Pemberantasan Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti keputusan sementara PTUN yang meminta Dewas KPK menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron.

Menurut Boyamin, PTUN tidak boleh mencampuri urusan Dewas KPK yang bukan pejabat penyelenggara negara.

“Penundaan ini tidak berdasarkan surat keputusan, dan Dewas KPK bukan pejabat penyelenggara negara sehingga sebenarnya bukan domain PTUN,” tegas Boyamin.

Ia pun menyayangkan sikap Nurul Ghufron yang dianggap tidak sopan terhadap Dewas. “Mestinya Ghufron bisa menunggu rangkaian sidang etik tersebut dan menghormati keputusannya. “Kalau tidak terima, bisa mengajukan gugatan atau banding,” ujarnya.

Dalam putusan sela, PTUN Jakarta memerintahkan Dewas KPK menunda pembacaan putusan sidang kode etik dan kode etik Ghufron. Nurul Ghufron sendiri kini menggugat KPK Cuci Kuda no. 3 dan 4 Tahun 2021 di Mahkamah Agung (MA) dan bekerja sama dengan tujuh pengacara untuk menghadapi Dewas KPK.

“Gugatan ini sudah kami ajukan sejak tanggal 24. Dan sejak itu kami minta segera ada keputusan sementara,” kata Ghufron. (dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *