saranginews.com, JAKARTA – Pakpak merupakan salah satu suku tertua yang tinggal di wilayah Dairi, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Tengah di Sumatera Utara, serta sebagian wilayah Aceh Singkil dan Subulussalam di Aceh.
Sebelum adanya kebudayaan-kebudayaan besar di Indonesia, bangsa Pakpak mempunyai peradaban yang sangat maju.
PEMBARUAN: Kontributor TV One menghadapi ancaman pembunuhan jika bergabung dengan Pakpak Bharat
Hal ini dipengaruhi oleh Kota Barus yang diyakini sebagai pemukiman pertama suku Pakpak yang saat itu merupakan pelabuhan internasional yang menjadi pusat perdagangan barang-barang daerah Pakpak seperti kapur barus dan kemenyan untuk dikapalkan. negara lain.
Pembangunan peradaban masyarakat Pakpak diawali dengan migrasi, perdagangan kapur barus dan kemenyan, yang berujung pada proses panjang yang kaya akan nilai sejarah dan budaya.
UPDATE: Pejabat Pakpak Bharat yang Menganggur Divonis 7 Tahun Penjara, Keluarga: Puas Sekarang!
Hal inilah yang menjadi ciri utama “Forum Intelektual Suku Pakpak” untuk melakukan berbagai upaya pelestarian kearifan budaya.
“Forum Intelektual Suku Pakpak didirikan untuk memperkuat jati diri dan jati diri masyarakat Pakpak dengan mengedepankan kebudayaan dan peradaban yang maju, dinamis dan demokratis. Menghadapi era disrupsi budaya akibat modernisasi dan globalisasi, Forum Intelektual Suku Pakpak berusaha untuk menghidupkan dan melestarikan sejarah dan budaya Suku Pak,” kata Sastrawan Manik, salah satu peserta rapat kerja di Hotel Mercure, Gatsu, Jakarta, Jumat (24/5).
UPDATE: Kabar gembira vaksinasi di Kabupaten Pakpak Bharat
Berbagai tokoh Marga Pakpak yang hadir dalam rapat kerja Forum Intelektual Marga Pakpak antara lain Bachtiar Ravenala Ujung, Yade Setiawan Ujung, Anna Martyna Sinamo, Arta Peto Sinamo, Melisa Padang, Jon Banuera, Sastrawan Manik, Jundri R. Ujutu, Ahmad, Sahala Martua , Solin, Jhon Wassion Tumangger, Mursalim Berutu, Sakti Padang, Rahma Yanti Noya Caniago, Saritua Solin, Lesdin Tumanger, Zulkarnain Berutu, Aswin Padang dan Haryono Bancin.
Dalam upaya melestarikan identitas budaya suku tersebut, lanjut Manik, forum tersebut meluncurkan program penulisan buku “Merekonstruksi Sejarah Bangsa Pakpak” dan “Menghidupkan Kembali Kebudayaan Pakpak”.
Buku pertama akan membahas tentang sejarah bangsa Pakpak mulai dari asal usulnya, terbentuknya peradaban, kehidupan pada masa penjajahan, proses migrasi di wilayah diskriminasi masyarakat Pakpak.
“Saat ini buku “Reinventing Pakpak Culture” akan menyajikan berbagai kebudayaan Pakpak mulai dari tradisi lisan, tradisi Sulang Silima, adat istiadat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tradisional, seni, bahasa dan tulisan, permainan tradisional dan permainan tradisional masyarakat Pakpak,” ujar Buhlalu.
Selain itu, dalam rangka memperkuat pelestarian sejarah dan budaya, direncanakan akan dibentuk Dewan Adat Adat Pakpak sebagai salah satu upaya penerapan birokrasi modern.
Dewan Adat ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam menyikapi perubahan budaya dan memperkuat masyarakat Pakpak di masa disintegrasi budaya, khususnya dalam melestarikan adat dan tradisi bangsa Pakpak kepada generasi baru.
Dewan Adat juga akan menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dengan tetap menjaga nilai-nilai tradisional yang baik.
“Dewan ini akan diisi oleh perwakilan suku Sulang Silima suku Pakpak,” kata Manik.
Upaya konservasi juga dilakukan melalui pembangunan rumah adat Sapo Jojong Pakpak Silima Suak di TMII Jakarta.
Sapo Jojong yang menjadi simbol kebanggaan bangsa Pakpak akan dilengkapi dengan museum visual yang menyajikan sejarah dan budaya secara bersamaan.
“Sapo Jojong Pakpak Silima Suak menghadirkan toko UMKM khas masyarakat Pakpak yang akan memamerkan kerajinan tangan, kuliner, dan produk premium masyarakat Pakpak berbahan dasar jamu dan kemenyan,” pungkas Manik. (dil/jpnn)