saranginews.com, Jakarta – Wakil Ketua MPR Ahmad Basara mengatakan bangsa ini menghadapi tantangan yang sangat berat untuk mencapai tujuan Indonesia Emas 2045.
Oleh karena itu, menurut Basara, pemimpin masa depan harus mampu menjawab berbagai permasalahan bangsa yang akhir-akhir ini mendapat perhatian besar masyarakat.
Baca juga: Prabowo Sebut Bung Karno Tak Milik Satu Partai, PDIP Basara: Betul
“Masalah politik, khususnya demokrasi, akhir-akhir ini mendapat perhatian yang populer dan sangat akut. Senin (20/5).
Politisi PDI Perjuangan sepakat, perbedaan pendapat dalam pemilu lima tahun Partai Demokrat atau pemilu tidak boleh lagi menimbulkan polarisasi di masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Basarah MPR Kecam Keras Larangan Ibadah di Tangsel: Apa Salahnya Orang Salat?
“Namun, para pemimpin terpilih menghadapi tantangan untuk mampu membangun kembali Ennahda dan menerapkan sistem kepemimpinan nasional yang kuat yang mencakup partisipasi rakyat dalam kerangka sistem demokrasi kerakyatan,” kata Basara.
Basara juga menegaskan, Indonesia bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu suku, dan bukan milik seperangkat tradisi.
Baca juga: PDIP Bakal Bungkam Usai Mega Bertemu dengan Prabowo? Inilah yang Basara katakan
Menurut Basra, dinamika politik, sosial, dan ekonomi tidak boleh mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang telah diperjuangkan selama ini.
Sebab, saat ini masih banyak permasalahan nasional yang memerlukan koordinasi dan persatuan seluruh elemen bangsa agar dapat muncul kembali.
Oleh karena itu, kepentingan bangsa di atas golongan harus tetap menjadi prioritas dan harus menjadi landasan bagi seluruh pemimpin dan berbagai elemen bangsa, organisasi dan partai politik. Hal ini harus dilaksanakan, kata Basara yang juga penganut Pancasila. Dosen program doktor Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Jakarta.
Basara menjelaskan, penetapan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang dilakukan Bung Karno melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 didasarkan pada dinamika politik yang terjadi pada awal masa kemerdekaan.
Saat itu banyak tokoh bangsa yang saling bermusuhan. Keadaan diperparah dengan agresi yang terus dilakukan Belanda.
“Semangat cinta tanah air harus terus kita tumbuhkan dalam konteks kekinian. Memahami ajaran patriotisme Bung Karno dan menghidupkan kembali semangat patriotik sangat penting agar setiap pemimpin dan orang-orang di republik ini memiliki semangat pengabdian dalam hidup,” Kata Basara (Mark/Keju)