Pakar Hukum Soroti Kasus Arion Indonesia Melawan DJP

saranginews.com, JAKARTA – Sidang gugatan PT Arion Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Kamis (25/4) di Pengadilan Pajak Jakarta Pusat menjadi sorotan.

PT Arion Indonesia selaku penggugat menuduh DJP melanggar kewenangannya dengan menerbitkan surat ketetapan pajak tanpa mengikuti kaidah hukum prosedur pemeriksaan pajak.

BACA JUGA: PT Arion Minta Kanwil DJP Jatim III Tunjukkan Hasil LHP

Kuasa hukum PT Arion Indonesia menyatakan DJP melalui Kanwil III DJP Jawa Timur tidak menghormati asas hukum acara yang mengatur batas waktu pembuktian pemeriksaan pajak.

DJP dianggap belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) sesuai batas waktu yang ditentukan undang-undang, kata DR. Alessandro Rey, pakar hukum perpajakan Universitas Sahid Jakarta, saat persidangan.

BACA JUGA: Kementerian Keuangan memperketat pengawasan terhadap OTA asing yang tidak membayar pajak

Ray menjelaskan, hukum acara pemeriksaan pajak mengharuskan pengujian pemeriksaan dilakukan dalam waktu paling lama enam bulan sejak diserahkannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SP2L) sampai dengan penyampaian SPHP.

“Jika sudah lewat enam bulan, maka terdakwa dianggap tidak melakukan pemeriksaan dengan benar,” jelasnya.

BACA JUGA: Bayar pajak hotel, hiburan, dan restoran jadi lebih mudah dengan BRImo

Penggugat menyatakan Kanwil DJP Jatim telah melanggar tata tertib pemeriksaan pajak karena tidak memberikan perpanjangan waktu sidang secara tepat waktu.

Menurut Alessandro Rey, hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap prosedur hukum yang mengatur pemeriksaan pajak.

Selain itu, Ray merujuk pada peraturan perundang-undangan terkait yang menekankan batasan waktu ujian ujian.

Menurutnya, DJP harus menghormati prosedur yang diatur undang-undang untuk menjamin kepatuhan hukum dalam proses pengendalian pajak.

“Kalau dilihat dari due process saja, keterlambatan pemberian SPHP itu boleh dan tidak salah,” ujarnya.

Namun permasalahannya adalah tidak ditemukannya ruang hukum yang baik dan memadai. Selain itu, dalam praktiknya tidak ada surat yang dikirimkan untuk memperpanjang ujian.

Oleh karena itu harus mengacu pada due process yaitu SPHP sudah tidak berlaku karena dianggap tidak pernah diberitahukan kepada Wajib Pajak, jelasnya.

Jika DJP terbukti melanggar prosedur hukum dalam prosedur pemeriksaan pajak, maka hal ini menimbulkan keraguan serius terhadap pengakuan Indonesia sebagai negara hukum.

Alessandro Rey menegaskan, kepatuhan terhadap hukum acara pemeriksaan pajak merupakan cerminan dari asas supremasi hukum. Jika DJP tidak menghormati prinsip-prinsip tersebut, maka dapat dipertanyakan apakah DJP mengakui Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Konstitusi.

Sementara itu, Ichtiyar Rahmatullah, Kepala Bagian Tata Usaha dan Pemeriksaan DJP Kanwil III Jatim, mengungkapkan dalam persidangan, dalam praktik lapangan, tidak hanya terjadi satu atau dua kasus keterlambatan pemeriksaan lapangan.

“Tapi jumlahnya banyak.” Namun hal itu tidak pernah dipersoalkan oleh Komite Pengawasan Fiskal,” ujarnya. (jlo/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *